Wednesday, May 14, 2014

Kisah Tragis

Benarkah Dia
Yang Membunuh
Istri & Anaknya?

Pria ini tetap mengaku tidak bersalah. Tapi sebaliknya, pengadilan tetap menuduhnya sebagai orang yang bertanggungjawab atas tewasnya istri dan kedua anaknya. Dia dituduh membunuh seluruh keluarganya, demi menutupi aib perselingkuhan. Benarkah?

            Sebuah komplek perumahan sederhana di pinggiran Kota Columbia, Negara Bagian Illinois, Amerika Serikat, mendadak digemparkan oleh pembunuhan ibu dan kedua anaknya.
Sang ibu, Sherry beserta dua anak lelakinya, Garett (11) serta Gavin (9), ditemukan tak bernyawa pada tanggal 5 Mei 2009, sekitar pukul 06.34 pagi waktu setempat. Ketiganya tewas dibunuh.
Chris Coleman bersama istri, Sherry dan kedua anaknya

 Detektif Justin Barlow yang juga tinggal satu komplek, dan rumahnya berada persis di depan rumah keluarga yang dibunuh ini, mengaku sempat mendapat telepon dari Chris Coleman. Chris adalah suami Sherry yang sekaligus ayah kandung Garett dan Gavin.
Sekitar pukul 06.00 Chris menelepon dan meminta detektif Justin, untuk memeriksa keadaan rumahnya. Chris mengaku istrinya, Sherry, tak bisa dihubungi melalui telepon. Sedangkan Chris sendiri saat itu tengah berada di gym.
Sebagai detektif, yang juga sekaligus tetangga dekat, Justin Barlow langsung merespon permintaan Chris. Dia segera menghubungi kantor polisi, untuk mengirim dua orang petugas patroli. Sementara Justin Barlow sendiri, mengawasi tempat tinggal Chris, dari halaman rumahnya sambil menunggu petugas patroli tiba.
Hanya selang 5 menit, sebuah mobil polisi memasuki komplek perumahan, dan segera menuju ke jalan di depan rumah Chris. Dua orang polisi turun dari mobil, dan langsung memeriksa kondisi rumah.
Salah saeorang polisi segera mengetuk pintu depan sambil memanggil penghuni rumah. Tapi beberapa kali dipanggil dan pintu diketuk, tak juga terdengar jawaban dari dalam.
Dua polisi itu pun segera memeriksa sekeliling rumah, sambil mengawasi keadaan. Hingga tak lama kemudian, mereka menemukan pintu basemant yang berada di samping rumah, dalam keadaan terbuka.
Melihat keadaan yang mencurigakan, dua polisi itu segera menghubungi kantor pusat. Tak berselang lama, beberapa detektif pun tiba di lokasi. Pintu rumah segera dibuka paksa, untuk memeriksa keadaan di dalam.
Saat itulah, para detektif dan polisi, menemukan mayat ibu dan kedua anaknya, yang menghuni rumah tersebut. Dari hasil pemeriksaan awal dan olah TKP, dipastikan bahwa mereka tewas dibunuh, dengan cara dicekik.
Di leher ketiga korban ini, ditemukan bilur dan lebam, seperti bekas jeratan kabel. Sementara di salah satu tembok rumah, polisi menemukan sebuah tulisan yang dibuat dengan cat semprot.
Tulisan itu berbunyi, “Kamu Membayarnya, dengan menghukum yang lain.”
Setelah temuan mayat itu, detektif Justin Barlow, segera menghubungi Chris lewat telepon selularnya. Dan tak lama kemudian, Chris pun tiba di lokasi.
Saat itu Chris yang mendapat kabar duka tersebut, bermaksud masuk untuk melihat keadaan istri dan kedua anaknya. Tapi niatnya itu dihalangi oleh beberapa petugas yang berjaga di halaman rumah.
“Untuk kepentingan penyelidikan, biarkan petugas bekerja Pak. Anda tunggu saja disini,” ujar salah seorang polisi jaga di rumah itu.
Chris yang tak kuasa menahan sedih, langsung menangis histeris. Detekfit Justin Barlow pun segera berusaha untuk menenangkan, dan memintanya tinggal sementara di rumahnya.
“Ayo Chris kita pulang ke rumahku. Biarkan mereka bekerja. Mereka akan segera menemukan pembunuh keluargamu,” ajak detektif Justin.

******
Pesan misterius di dinding
            Penyelidikan mendalam pun segera digelar. Beberapa hari rumah tempat pembunuhan itu, dikelilingi pita kuning, yang merupakan tanda larangan bagi siapa saja untuk masuk. Rumah itu benar-benar disterilkan, untuk kepentingan penyelidikan.
            Selang tiga hari, seorang detektif bagian pembunuhan mendatangi rumah detektif Justin Barlow. Saat itu, dia membicarakan tersangka pembunuhan ibu dan dua anaknya tersebut.
“Aku sudah mendapat petunjuk siapa pembunuhnya Pak,” ucap detektif tersebut kepada detektif Justin Barlow yang lebih senior.
“Siapa? Dan apa motifnya?” tanya detektif Justin Barlow, dengan mimik penasaran.
“Bukan orang jauh Pak. Dugaanku, pembunuh itu Chris sendiri. Bukti-buktinya cukup kuat. Kalau soal motif, masih kami dalami,” terangnya.
Mendengar ini, detektif Justin kaget. Dia tak mengira, tersangka pembunuhan itu justru dialamatkan kepada Chris. “Apa kamu tidak salah? Mana mungkin dia membunuh istri dan anaknya sendiri?” tanya Justin, dengan suara pelan, khawatir didengar oleh Chris, yang saat itu berada di sekitar rumah.
“Sebaiknya ajak Chris ke kantor. Kita bisa memeriksanya menanyainya di kantor nanti,” kata detektif itu.
Chris saat diinterograsi polisi
Akhirnya, detektif Justin Barlow segera mengajak Chris mendatangi kantor polisi. Dia berdalih, ada sesuatu yang ingin disampaikan soal si pembunuh. Setelah berpakaian rapi, Chris segera berangkat bersama Justin Barlow ke kantor polisi.
Seperti umumnya sebuah pemeriksaan resmi, Chris ditanya kemana dia saat kejadian berlangsung. Saat itu Chris mengaku sedang berada di gym. Sudah menjadi kebiasaan, jika setiap pagi buta, dia berangkat ke gym untuk berlatih kebugaran.
“Setiap hari aku ke gym. Ini untuk menjaga stamina tubuhku. Karena tugasku sebagai kepala keamanan perusahaan, maka aku harus fit, untuk menghadapi tugas-tugas mendadak,” tuturnya.
“Jam berapa anda berangkat ke gym?” tanya penyidik bagian pembunuhan.
“Aku berangkat pukul 05.30,” kata Chris.
“Benar anda berangkat jam 05.30? Apa tidak salah?” tanya penyidik lagi.
“Oh...maaf Pak salah. Sekitar jam 06.00. Waktu itu aku juga pamit sama istri,” kata Chris, yang mulai agak gusar.
Beberapa pertanyaan terus dilontarkan oleh penyidik. Dan ini membuat Chris merasa tidak nyaman, hingga beberapa kali dia nampak mengeluarkan keringat dingin, meski udara di ruang penyidikan saat itu cukup sejuk karena ada AC yang menyala.
Hampir tiga jam Chris menjalani pemeriksaan, hingga akhirnya penyidik menetapkan dia menjadi tersangka. “Kami sudah mengumpulkan bukti-bukti. Dan dari bukti dan petunjuk yang sudah kami dapatkan, maka kami terpaksa menahan anda,” kata penyidik.
“Kenapa saya harus ditahan. Saya bukan pembunuhnya, Pak. Ini tidak benar. Anda salah Pak,” ucap Chris.
Tapi polisi tetap menahan Chris, meski berulangkali dia memohon dan mengatakan tidak bersalah. “Kita buktikan saja semuanya nanti di pengadilan. Anda atau polisi yang benar?” kata penyidik itu, yang segera memerintahkan beberapa opsir untuk membawa Chris ke ruang tahanan.
Setelah beberapa kali menjalani pemeriksaan, kasus pembunuhan ini pun segera disidangkan. Chris yang duduk di kursi terdakwa di persidangan Kota Columbia itu, hanya bisa bersedih dengan nasibnya.
Menurut hasil penyelidikan, di tempat kejadian tidak ditemukan tanda-tanda hadirnya orang luar. Rumput di halaman masih nampak berembun saat polisi memeriksa lokasi rumah Chris. Sementara di bagian pintu dan jendela, tidak ada tanda-tanda kerusakan yang menunjukkan seseorang masuk secara paksa.
Di dalam rumah, detektif dan para petugas kepolisian tak menemukan adanya DNA orang luar.
Satu hal yang mengutkan tuduhan kepada Chris, adalah isi email ancaman. Dalam pernyataannya kepada penyidik, Chris sempat mengaku bahwa dia dan keluarganya diancam seseorang lewat email.
Setelah dilakukan penyelidikan, polisi menemukan fakta bahwa email ancaman tersebut, adalah email yang dikirim melalui IP adress di laptop milik Chris sendiri.
Dan yang lebih menguatkan tuduhan lagi, tulisan di tembok, ternyata dibuat menggunakan cat semprot yang dibeli oleh Chris seminggu sebelum kejadian. Ini tertera di catatan pengeluaran kartu kredit Chris, yang mana disitu tertulis bahwa Chris membeli cat semprot warna merah di sebuah toserba tak jauh dari rumahnya.

Karena Dipaksa Cerai

Sebuah kesaksian dari beberapa anggota keluarga, juga memperkuat tuduhan terhadap Chris. Bahkan pada akhirnya, kesaksian itu juga dianggap sebagai motif pembunuhan.
Beberapa anggota keluarga mengakui, Chris tengah menjalin hubungan khusus dengan seorang pramusaji bar, bernama Tara Lintz. Dan karena hubungan itu, Chris bermaksud menceraikan Sherri, istrinya.
Chris berfoto mesra bersama Tara Lintz, selingkuhannya
Tapi ternyata Sherri tak mau diceraikan, dan memilih membiarkan Chris berselingkuh, demi mempertahankan keutuhan rumah tangganya.
Tapi sebaliknya, Tara Lintz mendesak Chris, untuk segera menceraikan istrinya. Bahkan Tara mengancam akan meninggalkan Chris, jika perceraian tak kunjung dilakukan.
Demi cintanya, Chris kemudian berbohong kepada Tara. Beberapa kali dia mengatakan sudah mengurus perceraian, tapi pengacaranya sering salah ketik permohonan cerai, hingga terpaksa harus diulang-ulang dan memakan waktu lama.
Sementara Tara, setiap kali bertemu selalu mengungkit-ungkit perceraian. Dan pada akhirnya, ini membuat Chris tak bisa mencari pilihan lain, selain membunuh istrinya, Sherri.
Dugaan polisi, saat berusaha membunuh Sherri, kedua putranya melihat kejadian itu, hingga kemudian ikut dibunuhnya untuk menghilangkan saksi mata.
Sementara itu, menurut hasil pemeriksaan forensik, pembunuhan kemungkinan besar terjadi sekitar pukul 04.30 atau bahkan kurang dari itu. Dengan demikian, dugaan semakin kuat bahwa Chrislah yang melakukan pembunuhan tersebut.
Atas kejahatannya ini, pada tanggal 1 Juli 2011, setelah melalui serangkaian pemeriksaan yang cukup menyita waktu, hakim memutuskan menjatuhkan vonis seumur hidup tanpa pembebasan bersyarat kepada Chris.
Hakim Wharton yang memimpin sidang perkara ini, menyatakan, Chris bersalah dengan tiga kasus pembunuhan tingkat I. Untuk itu, Hakim Wharton pun menjatuhkan hukuman seumur hidup.
“Mati tua di dalam sel penjara adalah retribusi yang paling ampuh untuk pelaku pembunuhan ini. Dia tidak seperti kita. Orang ini tidak menghargai hidup dengan cara yang seperti kita lakukan,” ujarnya, sesuai menjatuhkan vonis. (****)

Thursday, April 4, 2013

Sejuta Kisah: Kisah Ironi

Sejuta Kisah: Kisah Ironi: Sandiwara Pembunuhan Sang Kekasih Sediam-diamnya wanita, jika kepepet ternyata bisa bertindak sadis. Seperti kisah berikut ini. Seoran...

Wednesday, March 20, 2013

Kisah Aneh Tapi Nyata


Kisah Manusia Aneh
Gemar Makan Lipan

Binatang-binatang, seperti lipan, cicak ataupun kecoa, mungkin bagi orang lain adalah binatang menjijikkan yang tak patut dimakan. Tapi bagi pria satu ini, kebiasaan makan makanan yang tidak lazim itu justru dianggap sebagai hobi dan kebiasaan yang sulit ditinggalkan. Bahkan binatang-binatang itu dianggap sebagai makanan sehari-hari.
Kelabang inilah makanan kegemaran Om Tik
             Itulah kebiasaan Tikno (47), yang hingga kini, seringkali menarik perhatian orang.  Kebiasaan yang bermula dari sekedar untuk mengobati penyakit gatal-gatal, kini juga dibuatnya untuk menarik rejeki, dengan berharap keikhlasan dari orang yang melihatnya menggelar atraksi memakan hewan-hewan menjijikkan tersebut.
            Ditemui di rumahnya, Jl. Petemon Timur Gang Buntu, Surabaya, Tikno yang memiliki nama panjang Sutikno ini mencoba menceritakan bagaimana awal mulanya dia bisa makan binatang-binatang itu. Menurutnya, semua itu bermula dari sakit gatal-gatal yang dialaminya sejak 5 tahun silam. Saat itu, Tikno mengaku sudah berulangkali mengobati sakitnya dengan berbagai salep maupun obat-obatan dari dokter. Tapi upaya yang dilakukannya, seolah tak pernah membuahkan hasil.
            Saat itulah, oleh salah seorang kerabatnya, Tikno diminta untuk mengkonsumsi lipan dan cicak. Konon, cara ini biasa dilakukan oleh beberapa orang, dan terbukti cukup mujarab mengobati segala penyakit gatal. Caranya, dengan memasak terlebih dulu, semua jenis hewan-hewan yang disebutkan tadi. "Awalnya memang untuk gatal-gatal saja. Karena kebetulan, sakit saya itu sulit disembuhkan dengan obat-obatan medis," terang Tikno. 
Om Tik menunjukkan aksinya
            Atas saran ini, sejak tahun 2005 silam, Tikno pun mencoba. Semula, semua jenis binatang menjijikkan itu dimasaknya dengan cara digoreng tanpa minyak lalu dimakannya. Alhasil, setelah beberapa waktu mengkonsumsi lipan dan cicak, penyakit gatal-gatal yang diderita Tikno, akhirnya hilang dan tidak lagi mengganggu aktifitasnya sehari-hari.
            "Dulu rasanya sangat mengganggu sekali. Apalagi kalau sedang muncul, gatalnya luar biasa. Bisa seperti kalau kulit dikerubuti semut krangrang," jelas Tikno.
            Namun anehnya, karena terbiasa mengkonsumsi makanan-makanan tak lazim itu, Tikno akhirnya justru merasa ketagihan. Hingga meski penyakit gatal-gatal itu akhirnya sembuh, tapi dia masih tetap rutin memakan bintang seperti lipan dan cicak tersebut.
            Bahkan, bukan hanya dimakan setelah dimasak, tapi seiring waktu, lipan dan cicak itu juga dimakannya dalam keadaan hidup-hidup. “Awalnya memang saya masak dulu, tapi akhirnya, karena supaya lebih praktis, saya lalu makan mentah-mentah. Dan ternyata rasanya lebih nikmat,” aku Tikno.
            Tidak hanya itu, selain memakan lipan dan cicak, lambat laun Tikno juga mencoba memakan kecoa, kadal, tokek bahkan ulat bumbung. Semuanya dimakan dalam keadaan masih hidup. Dan anehnya, dia justru menyukai semua binatang-binatang itu. Malahan, seiring waktu, kebiasaan itu juga membuatnya ketagihan.
            Tak heran, jika setiap hari, Tikno tidak mengkonsumsi lauk seperti lazimnya. Dia biasa makan nasi, dengan lauk berbagai binatang-binatang tadi. Malah Tikno mengaku, jika sehari saja tidak makan salah satu jenis binatang kesukaannya, seperti lipan, tokek, ulat bumbung bahkan cicak dan kecoa, tubuhnya akan terasa sakit dan tidak bergairah.
            Tikno yang mengaku keturunan Tionghoa dan memiliki nama asli Cow Sien Tik ini sehari-hari akhirnya harus mengeluarkan banyak uang untuk menunjang kebiasaannya itu. Seperti membeli lipan ataupun ulat bumbung, dalam sehari dia harus mengeluarkan setidaknya, Rp. 50 ribu.
            “Kalau tokek lebih mahal lagi, makannya, saya jarang memakannya. Paling-paling kalau ada rejeki lebih baru bisa beli tokek,” terangnya.
            Tikno yang sehari-hari tinggal di rumah berdua dengan seorang adik lelakinya Cow Wen  (28) ini mengaku, bisa mendapatkan uang dari usahanya berdagang burung dan ayam anakan di Pasar Kupang, Surabaya. Dari situlah, dia memperoleh hasil untuk mencukupi kebutuhan sehari-hari.
            Selain itu, jika dagangan sedang sepi, tak jarang Tikno menggelar atraksi memakan binatnag-binatang menjijikkan itu di keramaian. Dari situlah, dia mendapatkan uang tambahan, untuk memuaskan hobinya, melalui uang pemberian orang yang menyaksikan atraksinya.
Rumah Om Tik si Pemakan Kelabang
           Seperti saat ditemui KISAH NYATA sebelumnya, Tikno sedang menggelar atraksinya di daerah Pandegiling, Surabaya. “Lumayan-lah, buat beli makan sampai beberapa hari,” terang Tikno, ketika ditemui, sambil menunjukkan hasil uang dari aksi mempertontonkan diri ketika memakan binatang-binatang itu.
            Maksudnya beli makan, tentunya bukan makanan orang yang umum. Maksudnya adalah makanan dari berbagai jenis binatang kegemarannya untuk dikonsumsi hidup-hidup. “Kalau kebetulan nggak ada uang sama sekali, ya, terpaksa makan seadanya. Ada kecoa yang dimakan, ada cicak juga bisa,” aku Tikno. Namun tentunya, diantara binatang menjijikkan itu, ada beberapa jenis yang dianggap sebagai makanan favorit. Kata Tikno, lipan dan tokek mentah-lah makanan itu.
            Tapi karena harganya yang mahal, tokek jarang sekali dibelinya. Yang paling sering adalah lipan dan ulat bumbung atau ulat daun. “Yang seperti itu juga mudah dicarinya. Biasa dijual di pasar-pasar burung. Tapi kalau tokek, jarang, dan lagi, kalau ada harganya juga mahal,” urai Tikno.
            Awalnya, Tikno memang tidak berniat mempertontonkan atraksi-atraksinya memakan binatang-binatang itu. Semua ini bermula saat dirinya sedang tidak memiliki uang, sementara dia ingin menu spesial kegemarannya.
            Saat itulah, tiba-tiba terlintas di angan Tikno, untuk mencoba peruntungannya dengan cara menggelar atraksi. Mula-mula, dia melakukannya ketika berada di lokalisasi Gang Dolly, Surabaya. "Di situlah awalnya saya menggelar atraksi ini," terang Tikno.  
            Berbekal beberapa ekor cicak dan kecoa yang kemudian dimasukkannya ke dalam plastik Tikno lalu melangkah di tengah kerumunan orang di tempat lokalisasi tersebut. Disitu, dia lantas berteriak meminta perhatian orang yang berlalu lalang. Selanjutnya, tanpa rasa jijik, dia memakan satu persatu kecoa dan cicak yang dibawanya dalam keadaan hidup-hidup.
Atraksi ini tentu saja merebut perhatian para pengguna jalan, para PSK (Penjaja Seks Komersial) serta para pria hidung belang, yang berada di lokalisasi, untuk melihatnya. Bahkan beberapa diantara penonton, juga meminta Tikno memakan beberapa jenis binatang lainnya yang berhasil ditangkap salah seorang diantara penontonnya.
Setelah beberapa saat atraksi selesai dilakukan, barulah Tikno meminta sumbangan dari para penonton, dengan berbekal sebuah kaleng bekas susu, sesuai keiklasan masing-masing. Dan dalam atraksi perdananya itu, Tikno pun mengaku berhasil mengumpulkan uang sekitar Rp 200 ribu.
Dari situlah, Tikno lalu keranjingan menggelar atraksi, dikala dagangan ayam anakan dan burungnya sepi pembeli. Dan kebiasaan ini, menurut Cow Wen, adik Tikno, juga sudah dikenal warga sekitar tempat tinggal mereka. Bahkan banyak orang menjulukinya, Manusia Pemakan Lipan. “Selama ini memang yang orang tahu, kakak saya suka makan lipan. Jadinya, orang-orang suka menjulukinya seperti itu,” terang Cow Wen, yang sehari-harinya bekerja sebagai karyawan salah satu bengkel mobil di bilangan Surabaya Utara ini.
Cow Wen juga mengakui bagaimana kegilaan kakak kandungnya itu untuk urusan makan. Paling tidak, dalam sehari Tikno bisa mengeluarkan uang sekitar Rp 50 ribu hanya untuk makan saja. “Bagaimana tidak, semua makanannya aneh-aneh. Karena itu, butuh uang yang tidak sedikit. Dia nggak pernah mau makan makanan yang normalnya dimakan orang biasa. Maunya makan lipan, cicak dan ulat bumbung,” ujar Cow Wen.
Ya, menurut Cow Wen, sudah sejak lima tahun lalu, Tikno tak pernah mengkonsumsi lauk pada umumnya, kendati dirinya juga tetap makan nasi. Dia cuma gemar makan lauk pauk dari jenis-jenis binatang menjijikkan itu.
 Dalam sekali makan, Tikno biasa menggunakan lauk pauk semangkuk ulat bumbung dan 10 buah lipan sebesar jari telunjuk orang dewasa. Begitu juga ketika tidak punya uang untuk membeli ulat bumbung ataupun lipan, maka paling tidak Tikno menghabiskan semangkuk kecoa dan sepuluh ekor cicak, yang semuanya juga dikonsumsi dalam keadaan hidup-hidup.
Karena kebiasaan Tikno ini, tak heran jika di usia yang sudah kepala empat, dia tak juga mendapatkan gadis pujaan untuk mendampinginya menjadi istri. Tentunya, semua perempuan pasti akan jijik melihat kebiasaan Tikno yang tidak lazim dilakukan orang pada umumnya. "Tapi saya yakin, kalau memang jodoh, suatu saat pasti ada juga. Cuma mungkin untuk sekarang memang belum ada," ungkapnya datar.
Tikno sendiri mengaku, sebelumnya dia sudah berulangkali mencoba menghilangkan kebiasaannya itu. Namun yang terjadi, sehari saja tak makan salah satu jenis binatang tersebut, tubuhnya serasa loyo dan tidak memiliki tenaga. Bahkan saat dia makan daging sapi dan ayam, sering kali perutnya malah mual dan akhirnya membuat Tikno muntah-muntah. (****)
















Monday, March 4, 2013

Kisah Sejati


Membunuh
Karena Perintah
Dari Tuhan

Penghapusan sanksi hukuman mati yang diberlakukan di Ukraina, membuat seorang pembunuh berantai ini masih dapat merasakan udara kehidupan. Dia hanya mendapatkan hukuman seumur hidup, kendati telah mengabisi nyawa 52 orang. Para korban dibantai dengan sadis, setelah seluruh hartanya dikuras.
Anatoly Yuriyovych Onoprienko
            Sejarah kejahatan mencatat, nama Anatoly Yuriyovych Onoprienko sebagai salah satu pembunuh berantai terkejam. Sedikitnya dia telah membantai nyawa 52 orang. Sebagian adalah anak-anak dan balita.
            Aksi sadis pria yang dijuluki The Terminator ini, dimulai sejak tahun 1989 hingga 1996. Itu artinya, selama 7 tahun Anatoly mengukir karir kejahatannya. Semua dilakukan di beberapa wilayah Ukraina.
            Terungkapnya aksi kejahatan Anatoly bermula pada Hari Minggu, 7 April 1996. Saat itu sekitar pukul 10.00 pagi waktu setempat, seorang penyidik kepolisian, Sergei Kryukov, mendapat telfon dari seseorang.
Hari Minggu itu, Sergei Kryukov memang mendapat giliran lembur. Hanya dia dan beberapa orang polisi, yang berjaga di kantornya. Ship pergantian jaga, baru akan dimulai pada tengah malam.
Pagi itu, Sergei Kryukov menerima telfon dari seorang lelaki yang mengaku bernama Pyotr Onoprienko. Dia adalah warga Olevsk, di Propinsi Oblast Zhitomirskaya. Pyotr mengaku ketakutan dengan sikap adik sepupunya, Anatoly Onoprienko, yang tinggal bersebelahan.
Menurut Pyotr, Anatoly mengancam akan membunuh seluruh keluarganya. Dan yang membuat takut, saat itu ditemukan beberapa pucuk senjata laras panjang di dalam gudang milik sepupunya itu.
Setelah mendapat laporan ini, Sergei Kryukov segera mengajak beberapa petugas polisi untuk mendatangi rumah Anatoly. Hanya 10 menit kemudian, mereka sampai di tempat tujuan.
Saat itu, Anatoly yang tidak menyadari kehadiran polisi, segera membuka pintu rumahnya. Semula dia mengira jika anak istrinya yang tengah berada di gereja, sudah pulang.
Meski kaget dengan kedatangan polisi, namun Anatoly berusaha bersikap tenang. Seorang petugas langsung memintai keterangannya, soal ancaman pembunuhan kepada Pyotr. Sedangkan sebagian petugas yang lain, menggeledah sejumlah ruangan.
Jejak Pembunuhan Anatoly
Saat penggeledahan dilakukan inilah, petugas menemukan sepucuk senapan laras panjang. Dilihat dari jenis dan nomor serinya, petugas yakin bahwa senjata itu bukan milik Anatoly. Sebab beberapa hari sebelumnya, senjata yang sama juga telah dilaporkan hilang oleh seseorang.
“Aku punya daftar, yang selalu kubawa berkeliling. Ada item tertentu yang telah dilaporkan hilang. Termasuk senjata sejenis seperti milik terdakwa,” kata Sergei Kryukov, saat memberikan kesaksian di depan pengadilan.
Begitu mendapati senjata tersebut, petugas langsung mengamankan Anatoly. Dia segera dibawa ke kantor polisi, untuk dilakukan pemeriksaan. Beberapa petugas akhirnya juga menemukan sejumlah senjata lain dari berbagai jenis, yang tersimpan di gudang dan kamar milik pria itu.
Bukan hanya senjata. Petugas juga menemukan beberapa perhiasan di rumah Anatoly. Sebagian telah diidentifikasi milik korban-korban pembunuhan di beberapa daerah.
Saat itu juga polisi menetapkan Anatoly sebagai tersangka pembunuhan. “Sedikitnya kami menemukan 122 item barang, yang merupakan milik korban-korban pembunuhan,” tegas Sergei Kryukov.
Meski bukti materiil untuk menjerat Anatoly sudah lebih dari cukup, namun polisi tak mau bertindak gegabah. Mereka tetap membutuhkan pengakuan langsung dari Anatoly soal kejahatan yang telah dilakukannya. Hal ini untuk memperkuat dakwaan di pengadilan.

Menolak Bicara

Saat pemeriksaan dilakukan, petugas sempat kesulitan untuk mengorek keterangan dari pria itu. Beberapa penyidik akhirnya menyerah. Sebab dengan cara apapun, Anatoly tetap tak mau bicara.
“Aku hanya akan bicara dengan seseorang yang berpangkat jenderal. Tidak dengan siapapun yang berpangkat di bawah jenderal,” ujarnya, dihadapan para penyidik.
Kepala penyidik, Bogdan Teslya akhirnya tak berkutik menghadapi permintaan Anatoly. Dia pun segera menghubungi seseorang di kementerian dalam negeri, untuk meminta seorang jenderal datang ke kantor polisi tempat dimana Anatoly diamankan.
Bogdan Teslya hanya memastikan, agar Anatoly nantinya benar-benar mau bicara. Semua ini demi pengungkapan kasus. “Aku katakan pada dia, bahwa kami akan mendatangkan 10 jenderal, seperti yang diinginkan. Tapi aku harus memastikan dulu, bahwa dia benar-benar mau bicara,” ungkap Bogdan Teslya, dihadapan wartawan kala itu.
Dan benar saja. Setelah Jenderal Romanuk didatangkan, Anatoly pun mengungkapkan apa yang terjadi. Dimulai dari jati dirinya. Dimana dia dilahirkan? Sampai mengapa dia membunuh?
Kepada Jenderal Romanuk, Anatoly mengaku lahir di Kota Laski di Propinsi Oblast Zhitomirskaya. Dia dibesarkan dalam keluarga yang sangat sederhana. Dimana dia sering kekurangan makanan.
Saat beranjak remaja, Anatoly sempat dikirim ke panti asuhan oleh ayahnya. Beberapa tahun kemudian, kakak dan ibunya menjemput, dan membawa Anatoly kembali ke rumah.
Setelah dewasa, Anatoly bekerja sebagai sekuriti di tempat kebugaran. Dia bekerja dengan seorang teman bernama Sergei Rogozin. “Tapi pendapatan kami sedikit sekali. Padahal aku harus menghidupi ibu dan kakak perempuanku,” kata Anatoly.
Sampai suatu hari, muncul ide dari Sergei Rogozin, untuk merampok. Ini dilakukan, guna mencari tambahan pendapatan. Mula-mula mereka merampok toko senapan, untuk mencuri beberapa senjata jenis pistol dan laras panjang.
Pertama mereka merampok sebuah rumah terpencil di pinggiran Kota Olevsk. Disana, Anatoly dan Sergei Rogozin membunuh seluruh penghuni rumah. Ada dua orang dewasa dan delapan anak-anak, yang mereka bantai dengan keji.

Saat itu mereka merampok seluruh harta milik penghuni rumah. Termasuk beberapa senjata laras panjang. Hasil rampokan kemudian dibagi rata, antara Anatoly dan Sergei Rogozin.
Beberapa bulan kemudian, perampokan kembali dilakukan. Kali ini sasarannya adalah sebuah keluarga yang tengah menumpang satu mobil. Mereka berencana melakukan perjalanan ke luar kota, tapi memilih berhenti sejak, untuk istirahat di pinggir jalan.
Beberapa orang korban kejahatan Sang Terminator
“Kami mendekati mobil hanya untuk merampok. Tapi mereka melawan, hingga membuat kami membunuh. Disana ada lima orang, termasuk seorang anak lelaki berumur 11 tahun,” jelasnya.
Setelah dikuras harta bendanya, mobil beserta lima mayat di dalamnya langsung dibakar. “Sejak saat itu, aku dan Sergei Rogozin berpisah. Aku tidak tahu lagi dimana sekarang dia berada,” ujarnya.
Berturut-turut sejak itu, Anatoly melakukan aksi pembunuhan dan perampokan seorang diri. Termasuk pembunuhan yang dilakukannya pada malam tanggal 24 Desember 1995 di desa terpencil bernama Garmarnia, di Ukraina Tengah.
Disana Anatoly menghabisi nyawa pria bernama Zaichenko beserta seluruh keluarganya. Lalu mengambil harta milik keluarga malang itu. Diantaranya sepasang cincin pernikahan, sebuah kalung dengan bandul salib emas kecil, anting-anting dan uang tunai ratusan dollar.
“Untuk menghilangkan jejak, aku membakar rumah keluarga itu, beserta mayat-mayat mereka,” ucapnya.

Ada Bisikan

Pada tanggal 17 Januari 1996, Anatoly pergi ke Kota Bratkovichi, dan masuk ke rumah milik keluarga Pilat. Tapi sayangnya, disana tidak dia temukan harta yang berharga.
Namun karena sudah terlanjur dipergoki pemilik rumah, dia membunuh seluruh keluarga Pilat. Bahkan kemudian membakar rumah korbannya itu dengan tanpa perasaan iba.
Usai membunuh, Anatoly bermaksud pergi. Tapi keberadaannya terlanjur dipergoki oleh dua tetangga Pilat. Mereka adalah seorang perempuan berumur 27 tahun bernama Kondzela dan seorang pria tua umur 56 tahun bernama Zakharko.
“Mereka aku bunuh sekalian, karena menjadi saksi pembakaran rumah itu,” jelas Anatoly.
Kurang dari dua minggu kemudian, pada tanggal 30 Januari 1996, di wilayah, Fastova Kievskaya Oblast, Anatoly menembak dan membunuh seorang perawat umur 28 tahun bernama Marusina. Dia dibunuh bersama dua putranya yang masih anak-anak, serta seorang laki-laki umur 32 tahun bernama Zagranichniy. “Saat itu aku tidak merampok, tapi sekedar ingin membunuh saja,” ungkapnya.
Selain itu, masih banyak lagi pembunuhan yang dilakukan Anatoly. Sebagian hanya karena dorongan untuk memuaskan keinginan semata. Dan yang sungguh tidak masuk akal, Anatoly mengaku membunuh, karena mendapat perintah langsung dari Tuhan.
“Aku membunuh mereka, karena aku sangat mencintai mereka. Terutama wanita dan anak-anak. Ada suara yang terus berbisik di telingaku, untuk menghabisi nyawa-nyawa itu. Dan suara yang kudengar ini, adalah perintah dari Tuhan,” tegasnya.
Pembunuhan terakhir dilakukan Anatoly pada tanggal 22 Maret 1996. Saat itu dia membunuh satu keluarga di Desa Busk, di luar Kota Bratkovichi. Empat orang dibunuhnya. Dua dewasa, dan dua lagi anak-anak.
Atas semua kejahatan yang dilakukannya, Bulan April 1999, Anatoly dijatuhi hukuman seumur hidup. Keputusan ini diambil, karena Ukraina sudah tidak lagi memberlakukan hukuman mati.
Banyak pihak yang menyesalkan mengapa hukuman mati tidak diberlakukan kepada Anatoly. Termasuk Presiden Ukraina saat itu, Leonid Kuchma. Bahkan dalam wawancara dengan wartawan, sang presiden berujar, jika hukum seharusnya memberikan pengecualian pada Anatoly.
Sampai saat ini, meski Anatoly telah divonis seumur hidup, polisi masih terus melakukan penyelidikan. Mereka meyakini, jika korban pembunuhan yang dilakukan Anatoly lebih dari pengakuannya yang berjumlah 52 orang. Bahkan polisi memperkirakan, korban-korban pria berdarah dingin itu, bisa jadi mencapai 100 orang lebih. (****)



Monday, February 25, 2013

Kisah Ironi


Sandiwara Pembunuhan Sang Kekasih

Sediam-diamnya wanita, jika kepepet ternyata bisa bertindak sadis. Seperti kisah berikut ini. Seorang wanita, nekat membunuh kekasihnya karena tak kuat terus terusan jadi korban penganiayaan. Mau tahu kisahnya?

Tracei bersama Lee ketika masih mesra
Pengadilan negeri Birmingham, Inggris, tak seperti biasanya. Pagi itu, tanggal 29 Juli 1997, gedung pengadilan ini dipenuhi oleh ribuan demonstran. Mereka menuntut terdakwa yang tengah disidang atas kasus pembunuhan kali itu, dibebaskan.
Ya, hari itu pengadilan memang tengah menggelar sidang kasus pembunuhan. Selaku terdakwa adalah wanita muda bernama Tracie Margurite Andrews. Dia didakwa membunuh kekasihnya sendiri, Lee Raymond Harvey.
Hari itu merupakan hari dimana juri harus memberikan keputusannya. Mereka dituntut untuk memberikan pernyataan tegas, soal status Tracie. Bersalah atau tidak bersalah?
Jika bersalah, maka Tracie akan diancam hukuman berat. Tapi jika keputusan juri menyatakan dia tidak bersalah, secara otomatis Tracie bebas dari segala tuntutan hukum. Dia bisa kembali ke masyarakat dan menjalani kehidupan sosialnya seperti semula.
Tracei dalam keadaan marah
Detik-detik menegangkan terjadi di dalam ruang sidang. Sementara di luaran, warga Kota Birmingham terus meneriakkan tuntutan agar Tracie dibebaskan. Mereka yakin, Tracie tidak bersalah. Dia tidak membunuh Lee Raymond Harvey. Warga justru menaruh iba pada Tracey yang telah kehilangan kekasihnya.
Sidang berlangsung cukup lama. Total sekitar 5 jam lebih. Ini karena juri tak kunjung memberikan keputusan finalnya. Di ruangan terpisah, mereka masih menggelar rapat secara tertutup.
Hampir saja hakim memutuskan untuk menunda sidang ini, sebelum akhirnya para juri keluar dari tempat rapat mereka. Saat itu seorang juri yang ditunjuk sebagai wakil, memberikan sebuah surat kepada hakim. Isinya tentang keputusan hasil rapat.
Saat itu hakim segera membacakan surat yang dipegangnya. Dengan perasaan setengah iba, dia menyatakan bahwa Tracie bersalah. Wanita satu anak ini akhirnya dijatuhi hukuman seumur hidup.
“Juri telah memutuskan Anda bersalah dengan bukti-bukti yang kuat. Sesungguhnya, hanya Anda yang tahu apa yang terjadi malam itu. Kami disini hanya melihat akibatnya yang dahsyat. Dan seperti anda tahu, semua kembali pada ketentuan hukum. Anda harus menjalani penjara seumur hidup,” kata Hakim Buckley, saat itu.
Tracei ketika jumpa pers
Tracie tak bereaksi. Air matanya tak terbendung. Simpati dari banyak orang mulai bangkit, terutama mereka yang berada di ruang sidang. Semua pengunjung sidang yang rata-rata perempuan, meneriaki hakim dan para juri. Mereka menuding pengadilan telah menjatuhkan hukuman terhadap orang yang tidak bersalah.
Bukan saja pengunjung sidang yang berada di ruangan. Beberapa puluh meter dari lokasi ruang sidang, warga Kota Birmingham yang mendengar keputusan ini, langsung histeris. Mereka tidak percaya, jika juri memberikan keputusan yang sama sekali tak adil.
Usai sidang itu, Tracie segera digiring petugas keluar dari gedung pengadilan. Dia sempat memberikan komentarnya, dihadapan media. “Aku sudah tahu, mereka akan memutuskan aku bersalah. Tapi sungguh, aku sama sekali tak melakukannya,” kata Tracie kepada pers. Lalu bagaimana sebenarnya penilaian masyarakat atas kasus ini? Mengapa mereka meyakini Tracie tidak bersalah?

Pembunuh Misterius

            Penilaian warga Kota Birmingham ini tak lepas dari cerita Tracie. Sejak kasus pembunuhan terhadap Lee ditangani polisi, Tracie aktif menjadi langganan media televisi, sebagai nara sumber.
Disetiap tayangan telvisi itu, Tracie tak henti-hentinya menitikkan air mata, seolah menanggung kesedihan luar biasa atas kematian Lee. Dia mengaku, jika Lee dibunuh oleh orang misterius melalui sebuah peristiwa yang dramatis.
Usia Tracie baru 27 tahun saat itu. Dia adalah ibu dari seorang putri berusia tujuh tahun. Memang, sebelum bertemu dan berpacaran denga Lee, Tracie pernah hidup bersama seorang pria tanpa ikatan pernikahan, hingga memiliki anak. Tapi sepuluh bulan setelah anaknya lahir, pria itu kabur.
Tracie sendiri tinggal di sebuah flat kecil dan bekerja sebagai penjual produk kecantikan. Sedangkan Lee, sehari-harinya bekerja sebagai sopir bus. Dan sebagaimana kekasihnya, Lee telah memiliki seorang putra hasil hubungan tanpa ikatan semasa masih umur belasan tahun. Hingga akhir hayat, hubungan Lee dengan mantan kekasih dan anaknya tetap berjalan baik.
Meski pekerja kasar, Lee termasuk pria berwajah tampan. Tak heran jika dia sering jadi kejaran para wanita. Namun Lee bukanlah seorang playboy. Dia ingin memiliki seorang wanita yang benar-benar bisa diajak membina rumah tangga.
Kebiasaan Lee yang sering nongkrong di klab-klab malam setiap akhir pekan, membuatnya mengenal Tracei. Mereka bertemu di klab malam bernama Ritzy’s pada tahun 1994.
Dari pertemuan itu mereka menjalin kencan, hingga kemudian memutuskan untuk tinggal bersama. Dan seiring kencan yang dilakukan beberapa kali, Tracei dan Lee akhirnya sepakat untuk tinggal bersama. Saat itu Lee memutuskan untuk pindah ke flat kecil milik Tracei di pinggiran Kota Birmingham.
Kehidupan mereka awalnya berjalan harmonis. Lee tak mempermasalahkan keberadaan putri Tracei yang juga tinggal dalam satu flat. Bahkan Lee sangat menyayangi anak dari Tracei itu.
Namun semuanya berubah sejak Lee pernah melihat Tracei ngobrol dengan seorang pria, yang belakangan diketahui sebagai mantan kekasihnya. Dia adalah ayah dari anak Tracei.
Saat itu Lee curiga, Tracei masih menjalin hubungan dengan pria itu. Dan kecurigaan ini membuat hubungan Lee dan Tracei sering memanas. Apalagi ketika Tracei pulang terlambat dari tempatnya bekerja. Pasti kecurigaan Lee akan bertambah besar.
Beberapa tetangga flat yang sempat dijadikan saksi di pengadilan, mengakui jika Tracei dan Lee kerap terlibat keributan. Sering terdengar suara barang-barang dibanting dan umpatan-umpatan kasar.
Bukan itu saja. Pernah beberapa kali Tracei keluar dari flat dengan muka bilur dan lebam. Semua ini diyakini para tetangga, karena tindakan penganiayaan yang dilakukan oleh Lee.

Mengarang Cerita

Pada malam pembunuhan, 1 Desember 1996, Tracie dan Lee terlihat berada di klab malam di kawasan Marlbrook Inn. Malam belum terlalu larut saat mereka meninggalkan tempat itu. Mereka pergi dengan mengendarai sedan Ford Escort yang dikemudikan oleh Lee.
“Keduanya memang tidak bertengkar, tapi dari sorot matanya mereka terlihat sedang tidak akur,” kata Crigman, jaksa penuntut kasus pembunuhan ini saat memberikan penjelasan kepada juri di persidangan.
 Penilaian itu berdasarkan penuturan sejumlah saksi di klab malam. Bahkan saat masuk ke dalam mobil, Lee dan Tracie tidak nampak mesra. Mereka meninggalkan klub itu, sekitar pukul 22.00.
Saksi lain, seorang pria, mengutarakan, sekitar pukul 22.30, saat dia baru saja melangkah meninggalkan rumah teman wanitanya di kawasan Coopers Hill, dekat Alvechurch pinggiran kota Birmingham, tiba-tiba mendengar teriakan pilu seorang wantia di kegelapan.
Saat itu juga, pria ini kembali ke rumah teman wanitanya, dan meminta tolong untuk menghubungi 999. Setelah itu, pria ini bergegas mendatangi sumber suara. Diasana ia menemukan seorang wantia muda berdiri di samping mobil. Pakaiannya dipenuhi dengan darah dan tubuhnya tampak gemetar. Sedangkan tak jauh dari si wanita berdiri, seorang lelaki tergeletak, juga dengan tubuh dipenuhi darah.
Belakangan si pria ini tahu, jika wanita yang ditemuinya adalah Tracei. Dan yang tergeletak tak jauh dari mobil dan tempat Tracei berdiri, adalah Lee. Mereka sepasang kekasih.
Awalnya Tracie tidak mengatakan apapun. Namun tak lama setelah warga sekitar lokasi berkumpul, Tracei mengakui jika dia dan pacarnya baru diserang oleh seseorang tak dikenal.
Sosok yang disebutnya sebagai pembunuh Lee itu, digambarkan menumpang sebuah sedan Ford Sierra berwarna gelap. Tracie menyebut, jika mobil itu telah membuntutinya sesaat setelah keluar dari klub malam.
“Mereka langsung memotong mobil kami. Seorang pria keluar dari mobil itu dan memaki Lee. Waktu itu Lee juga keluar. Aku sendiri masih berada di dalam mobil, ketika akhirnya Lee terlibat keributan dengan pria itu. Dan tak lama kemudian, aku melihat Lee sudah tersungkur di aspal,” begitu kata Tracie, saat dimintai keterangan polisi. Dan pernyataan ini juga diulang-ulang, di sejumlah media televisi serta pengadilan.
Total di jasad Lee ditemukan 41 tusukan belati. Saat itu polisi mencoba melakukan penyelidikan di lokasi kejadian. Sejumlah saksi dimintai keterangan, tapi tak satupun yang sempat melihat ada mobil lain, yang berhenti dekat mobil Tracie dan Lee.
Apakah ini artinya Tracei mengarang cerita? Begitulah yang kemudian muncul di benak polisi. Dan kiranya kecurigaan polisi ini mulai bertambah kuat, saat ditemukan bahwa di wajah Tracei terdapat luka-luka lebam. Terutama di bagian kelopak mata kirinya.
Polisi yang curiga dengan kesaksian Tracei, akhirnya bertanya lebih dalam. Mereka menanyakan mengapa wajah Tracei terlihat lebam dan bengkak. “Pria yang membunuh Lee itu juga sempat memukuliku, sampai aku tersungkur,” ucap Tracei saat itu.
Kesaksian Tracei ini, tidak begitu saja membuat polisi percaya. Mereka yakin, ada yang disembunyikan oleh Tracei. Apalagi saat ditemukan sidik jari wanita itu di belati yang tertancap di tubuh Lee.
Sayangnya, kecurigaan polisi ini justru bertolak belakang dengan opini yang terbangun di masyarakat. Saat itu masyarakat malah simpati terhadap Tracei. Karenanya, ketika Tracei dinyatakan sebagai tersangka, masyarakat pun berdemo.
Tapi percuma saja demo masyarakat ini dilakukan. Sebab, kenyataannya, polisi dan jaksa, tetap berpegang pada bukti-bukti. Tak cukup sekedar ungkapan kesedihan dan air mata yang sering kali ditunjukkan oleh Tracei di tayangan-tayangan televisi. Tracei tetap diseret ke pengadilan dan divonis bersalah.
Belakangan, setelah beberapa bulan menjalani hukuman, Tracei membuat pengakuan yang mengejutkan. Dia akhirnya mengaku sebagai orang yang telah membunuh Lee. Semua itu dilakukan, karena sudah bosah sering jadi sasaran penganiayaan kekasihnya itu.
Saat Tracei digelandang petugas
Pernyataan Tracei yang ditulis dalam sebuah diari ini, akhirnya diterbitkan oleh salah satu media ternama di Inggris. “Di tengah jalan terjadi pertengkaran. Lee mengeluarkan belati dan mengancam akan menyayat wajahku atau akan menusuk,” tulis Tracie. Masalahnya, Lee cemburu kepada Andy, mantan pacar Tracie, yang kebetulan sempat terlihat di dalam klub.
Keduanya kemudian keluar dari mobil, lalu Lee menghampiri dan menjambak rambut Tracei. Lee mengancam dengan belati seraya berkata, “Lihat saja jika Andy menginginkanmu lagi.”
Tracie mengaku saat itu takut setengah mati. Tapi kemudian ia sempat menjegal Lee hingga terjatuh. Lee ternyata menariknya, hingga keduanya sama-sama jatuh.
Tapi secepat kilat, Lee bangkit dan memukuli Tracei lagi. Saat itu, Tracei segera berusaha berdiri dan menjauh. Keduanya kemudian saling memaki.
Selanjutnya, Tracie melihat ada belati milik Lee di tanah, yang segera diambil. Dan ketika Lee ingin bertindak kasar lagi, Tracie langsung bereaksi dengan belati yang sudah dipegang itu. Dia segera menusuk leher dan tubuh Lee berulangkali.
“Aku harus menusuknya. Jika tidak, dia akan terus memukuliku. Aku sempat mundur. Yang kuingat, aku jadi gelap mata. Aku marah, gemetar, dan kehilangan kontrol. Belum pernah aku mengalami kehilangan kontrol seperti malam itu,” aku Tracie.
Berkali-kali tusukan belati yang dihujamkan Tracei melukai tubuh Lee. Hingga sejurus kemudian, pria yang bekerja sebagai sopir bus ini menghembuskan nafas terakhirnya. “Aku merasa ngeri. Tanganku terasa basah,” tulis Tracei lagi.
            Vonis seumur hidup yang dijatuhkan terhadap Tracey, akhirnya diperingan. Tracey dibebaskan setelah 14 tahun menjalani hukuman. Tepatnya sejak pertengahan 2011, ibu satu anak ini kembali hidup bermasyarakat. (****)

Crime Story


Misteri Pembunuh Berambut Pirang

Kasus yang berikut ini, sempat menjadi sorotan publik Amerika Serikat. Tentang penculikan dan pembunuhan seorang gadis cilik bernama Amber Hagerman. Hingga kini identitas si pembunuh, belum juga terungkap.

Sore di Hari Sabtu, 12 Januari 1996, Dona berkunjung ke rumah orangtuanya, di Kota Arlington, Texas. Dona tidak datang sendirian, tapi juga mengajak serta kedua anaknya, Amber Hagerman (9) dan Ricky Hagerman (5).
Kedatangan mereka langsung disambut orangtua Dona, Glenda dan Jimmy. Sesaat setelah saling berpelukan, keluarga tiga generasi ini, segera masuk ke dalam rumah.
Dona mulai ngobrol banyak hal dengan kedua orangtuanya. Sesuatu yang memang sudah biasa dilakukan oleh sebuah keluarga yang lama tak berjumpa. Sambil ngobrol, mereka mencicipi makanan ringan yang dihidangkan oleh Glenda.
Saat itu, Amber dan Ricky berkeinginan untuk main sepeda. Mereka segera mengambil dua sepeda kecil yang diparkir di garasi rumah. Dona mengijinkan kedua anaknya bermain sepeda, tapi dengan catatan cukup di sekitar rumah.
“Paling jauh, hanya sampai satu blok ini saja. Jangan keluar dari blok ini,” kata Dona, mewanti-wanti Amber dan Ricky.
Bersamaan dengan perginya Amber dan Ricky, Jimmy, sang kakek, juga pamit berobat. Saat itu kebetulan Jimmy sedang diserang influensa. Dia pamit pergi ke klinik yang tak jauh dari rumah.
Ketika pergi Jimmy yang mengendarai mobil, sempat berpapasan dengan cucu-cucunya. Saat itu Amber dan Ricky terlihat bermain di sebuah bekas toko kelontong bernama Win-Dixie, yang masih di satu blok dengan rumah.
Memang, Win-Dixie menjadi tempat favorit untuk bersepeda bagi anak-anak. Ini karena di halaman bekas bangunan toko itu, terdapat sebuah tanjakan dari beton, yang bisa digunakan untuk bermain sepeda luncur.
Sewaktu berpapasan, Jimmy juga sempat menyapa kedua cucunya. Saat itu Amber dan Ricky sempat menoleh dan melambaikan tangannya. Sejurus kemudian, mereka melanjutkan bermain kembali.
Sampai sekitar 20 menit kemudian, Jimmy yang selesai berobat, langsung kembali ke rumah. Dilihatnya Amber dan Ricky masih asyik bermain.
Namun ketika tiba, dan memarkirkan mobilnya, Jimmy melihat Ricky ikut kembali. Dia mengayuh sepeda seorang diri, menemui kakeknya.
Kala itu, Jimmy bertanya, kemana Amber? Mengapa Ricky pulang seorang diri, tidak mengajak serta kakaknya?
Mendengar pertanyaan sang kakek, Ricky pun kembali dengan niat ingin mengajak Amber pulang. Namun sekitar 2 menit kemudian, Ricky sudah balik. Dia bilang, Amber tak ada di tempat semula, dimana mereka bermain sebelumnya.
Ucapan Ricky tentu saja membuat Jimmy mulai diliputi perasaan khawatir. Apalagi ketika Ricky mengatakan, Amber meninggalkan sepedanya di halaman Win-Dixie.
Setelah mendengar ucapan Ricky, Jimmy pun bergegas mencari Amber. Dia langsung masuk mobilnya dan mendatangi tempat dimana Amber sebelumnya terlihat bermain.
Benar saja apa yang dikatakan Ricky. Amber tak ada di tempat. Hanya sepedanya saja, yang tergeletak di lokasi itu.
Dalam keadaan bingung, saat itu Jimmy melihat mobil patroli polisi mendekat. Dua orang petugas kemudian keluar dari mobil itu. Mereka lantas mendatangi Jimmy dan mulai bertanya-tanya.
“Apakah anda yang tadi menghubungi kami?” tanya salah seorang polisi itu. Jimmy hanya menggeleng mendengar pertanyaan si polisi tersebut.
“Tadi ada seseorang menghubungi kami. Dia bilang, ada anak perempuan berambut hitam, berusia 9 tahun, yang tiba-tiba dibawa seorang pria menggunakan mobil pick up,” kata si polisi menjelaskan soal kedatangannya.
Sebelum Jimmy menjawab, tiba-tiba dari kejauhan, seorang pria tua berjalan setengah berlari. Dia mendekat ke arah dua polisi itu. Belakangan diketahui, bahwa si pria bernama Kevil (78), pensiunan pegawai pemerintah.
Kevil saat itu mengaku sebagai orang yang menelepon 911. Ini setelah dia curiga pada seorang pria yang tiba-tiba membawa gadis cilik yang tengah bermain di depan Win-Dixie.
“Itu sepeda gadis yang dibawa tadi Pak. Saya melhatnya dengan jelas, itu memang sepedanya,” ucap Kevil, seraya menunjuk sepeda kecil yang tergeletak di halaman Win-Dixie.
 Mendengar pernyataan Kevil, Jimmy sontak kaget. Dia baru sadar, bahwa yang dibicarakan oleh si polisi dengan si pria tua dihadapannya, adalah Amber, cucunya yang tengah dicari.
“Ini sepeda milik cucu saya. Jadi anda melihat cucu saya dibawa orang?” tanya Jimmy.
“Ya, saya melihatnya dengan jelas. Waktu itu saya berada di halaman rumah. Itu rumah saya,” kata Kevil, seraya menunjuk rumahnya yang berada di depan Win-Dixie.
“Pria itu seorang diri. Dia berhenti lalu melompat keluar dari mobil dan menyambar si gadis cilik itu. Saya sempat mendengar si gadis berteriak. Makanya saya memutuskan untuk lapor polisi. Saya yakin ada yang tidak beres saat itu,” sambung Kevil, seraya menjelaskan tentang ciri-ciri pria yang diduga penculik tersebut.
Pria yang dimaksud, berperawakan sedang, dengan rambut berwarna pirang. Dia mengendarai sebuah mobil pickup berwarna gelap. Setelah menyambar si gadis, yang ternyata adalah Amber, pria itu langsung tancap gas.

Ditemukan di Sungai

            Kejadian ini segera direspon dengan cepat oleh polisi. Sejumlah media langsung mengeksposnya besar-besaran. Foto Amber yang diminta dari keluarganya, langsung disebar ke sejumlah lokasi. Mulai toko-toko, mall, pemberhentian bus dan sejumlah tempat keramaian lainnya.
            Sayangnya, upaya pencarian yang dilakukan polisi tak juga membuahkan hasil. Sampai akhirnya, setelah empat hari dinyatakan hilang, Amber ditemukan sudah menjadi mayat.
Gadis cilik ini ditemukan oleh seorang pria yang saat itu tengah berjalan bersama anjingnya di dekat Apartemen Forest Hill, yang berjarak beberapa mill dari lokasi penculikan.
Ketika melintas di atas jembatan dekat apartemen itu, si pria tersebut melihat ada sosok tubuh tegeletak di pinggir sungai. Ketika didekati, dia baru tahu jika itu adalah mayat seorang gadis cilik. Lehernya koyak, bekas sayatan benda tajam.
Penemuan mayat Amber ini langsung direspon polisi. Mereka segera melakukan evakuasi dan mengotopsi mayat Amber. Hasilnya, gadis itu diyakini baru dua hari dibunuh. Artinya, Amber sempat disekap selama dua hari oleh penculiknya.
Yang lebih memprihatinkan lagi, hasil otopsi menyimpulkan, bahwa Amber sempat mengalami tindakan pemerkosaan brutal. Bahkan disebutkan, jika kemaluannya sampai mengalami rusak berat karena aksi asusila tersebut.
Pihak keluarga Amber tentu saja terpukul dengan kenyataan ini. Meski akhirnya ditemukan, tapi Amber sudah dalam keadaan menjadi mayat. Lantas siapakah pembunuhnya?
            Apa yang terjadi pada diri Amber ini, sontak menjadi bahan ekspos media. Secara besar-besaran, sejumlah media terbitan Amerika Serikat, menulis berita penculikan, perkosaan dan pembunuhan Amber ini.
Kritikan pedas kepada pihak kepolisian pun disuarakan oleh berbagai media. Ini karena polisi dinilai sangat lamban dalam mengungkap siapa pembunuh gadis cilik tersebut.
 Desakan dari sejumlah pihak untuk mengungkap kasus ini, membuat pihak kepolisian meminta bantuan kepada FBI. Tapi tetap saja hasilnya nihil. Si pembunuh Amber belum juga ditemukan.
Dugaan pihak berwenang, si pembunuh bertempat tinggal di sekitar lokasi penculikan. Meski ciri-cirinya sudah diketahui, tapi tetap saja si pembunuh tak pernah tertangkap.
Tahun 1999, setelah tiga tahun kasus Amber berlalu, masyarakat menyerukan kepada pemerintah untuk membuat sistem khusus, yang bisa menginformasikan secara cepat, jika ada kasus-kasus penculikan. Hal ini dilakukan, agar jika ada kasus seperti Amber, bisa segera direspon oleh aparat-aparat kepolisian di wilayah-wilayah yang lain.
Seruan masyarakat ini akhirnya ditindaklanjuti. Saat itu, untuk mengenang kasus Amber, dibuatlah sistem yang mengadopsi nama gadis cilik itu. Sistem tersebut adalah Amber Alert.
Dan ternyata, sistem ini cukup efisien untuk menyelamatkan anak-anak dari kasus penculikan. Setidaknya, sejak sistem ini dibuat, ratusan anak hilang, bisa segera ditemukan kembali oleh polisi dalam hitungan tak lebih dari sehari. Bahkan sebagian diantaranya, berhasil ditemukan dalam hitungan jam.
Hingga kini, polisi tetap belum menemukan siapa penculik dan pembunuh Amber sebenarnya. Pihak keluarga Amber pun sudah pesimis, pembunuh bocah berambut hitam itu dapat ditemukan. Selama 17 tahun, kasus ini menjadi teka-teki polisi. (****)