Benarkah Dia
Yang Membunuh
Istri & Anaknya?
Pria ini tetap mengaku tidak bersalah. Tapi sebaliknya, pengadilan tetap menuduhnya sebagai orang yang bertanggungjawab atas tewasnya istri dan kedua anaknya. Dia dituduh membunuh seluruh keluarganya, demi menutupi aib perselingkuhan. Benarkah?
Sebuah komplek perumahan sederhana di pinggiran Kota Columbia, Negara Bagian Illinois, Amerika Serikat, mendadak digemparkan oleh pembunuhan ibu dan kedua anaknya.
Sang ibu, Sherry beserta dua anak lelakinya, Garett (11) serta Gavin (9), ditemukan tak bernyawa pada tanggal 5 Mei 2009, sekitar pukul 06.34 pagi waktu setempat. Ketiganya tewas dibunuh.
Detektif Justin Barlow yang juga tinggal satu komplek, dan rumahnya berada persis di depan rumah keluarga yang dibunuh ini, mengaku sempat mendapat telepon dari Chris Coleman. Chris adalah suami Sherry yang sekaligus ayah kandung Garett dan Gavin.
Chris Coleman bersama istri, Sherry dan kedua anaknya |
Detektif Justin Barlow yang juga tinggal satu komplek, dan rumahnya berada persis di depan rumah keluarga yang dibunuh ini, mengaku sempat mendapat telepon dari Chris Coleman. Chris adalah suami Sherry yang sekaligus ayah kandung Garett dan Gavin.
Sekitar pukul 06.00 Chris menelepon dan meminta detektif Justin, untuk memeriksa keadaan rumahnya. Chris mengaku istrinya, Sherry, tak bisa dihubungi melalui telepon. Sedangkan Chris sendiri saat itu tengah berada di gym.
Sebagai detektif, yang juga sekaligus tetangga dekat, Justin Barlow langsung merespon permintaan Chris. Dia segera menghubungi kantor polisi, untuk mengirim dua orang petugas patroli. Sementara Justin Barlow sendiri, mengawasi tempat tinggal Chris, dari halaman rumahnya sambil menunggu petugas patroli tiba.
Hanya selang 5 menit, sebuah mobil polisi memasuki komplek perumahan, dan segera menuju ke jalan di depan rumah Chris. Dua orang polisi turun dari mobil, dan langsung memeriksa kondisi rumah.
Salah saeorang polisi segera mengetuk pintu depan sambil memanggil penghuni rumah. Tapi beberapa kali dipanggil dan pintu diketuk, tak juga terdengar jawaban dari dalam.
Dua polisi itu pun segera memeriksa sekeliling rumah, sambil mengawasi keadaan. Hingga tak lama kemudian, mereka menemukan pintu basemant yang berada di samping rumah, dalam keadaan terbuka.
Melihat keadaan yang mencurigakan, dua polisi itu segera menghubungi kantor pusat. Tak berselang lama, beberapa detektif pun tiba di lokasi. Pintu rumah segera dibuka paksa, untuk memeriksa keadaan di dalam.
Saat itulah, para detektif dan polisi, menemukan mayat ibu dan kedua anaknya, yang menghuni rumah tersebut. Dari hasil pemeriksaan awal dan olah TKP, dipastikan bahwa mereka tewas dibunuh, dengan cara dicekik.
Di leher ketiga korban ini, ditemukan bilur dan lebam, seperti bekas jeratan kabel. Sementara di salah satu tembok rumah, polisi menemukan sebuah tulisan yang dibuat dengan cat semprot.
Tulisan itu berbunyi, “Kamu Membayarnya, dengan menghukum yang lain.”
Setelah temuan mayat itu, detektif Justin Barlow, segera menghubungi Chris lewat telepon selularnya. Dan tak lama kemudian, Chris pun tiba di lokasi.
Saat itu Chris yang mendapat kabar duka tersebut, bermaksud masuk untuk melihat keadaan istri dan kedua anaknya. Tapi niatnya itu dihalangi oleh beberapa petugas yang berjaga di halaman rumah.
“Untuk kepentingan penyelidikan, biarkan petugas bekerja Pak. Anda tunggu saja disini,” ujar salah seorang polisi jaga di rumah itu.
Chris yang tak kuasa menahan sedih, langsung menangis histeris. Detekfit Justin Barlow pun segera berusaha untuk menenangkan, dan memintanya tinggal sementara di rumahnya.
“Ayo Chris kita pulang ke rumahku. Biarkan mereka bekerja. Mereka akan segera menemukan pembunuh keluargamu,” ajak detektif Justin.
******
Pesan misterius di dinding |
Selang tiga hari, seorang detektif bagian pembunuhan mendatangi rumah detektif Justin Barlow. Saat itu, dia membicarakan tersangka pembunuhan ibu dan dua anaknya tersebut.
“Aku sudah mendapat petunjuk siapa pembunuhnya Pak,” ucap detektif tersebut kepada detektif Justin Barlow yang lebih senior.
“Siapa? Dan apa motifnya?” tanya detektif Justin Barlow, dengan mimik penasaran.
“Bukan orang jauh Pak. Dugaanku, pembunuh itu Chris sendiri. Bukti-buktinya cukup kuat. Kalau soal motif, masih kami dalami,” terangnya.
Mendengar ini, detektif Justin kaget. Dia tak mengira, tersangka pembunuhan itu justru dialamatkan kepada Chris. “Apa kamu tidak salah? Mana mungkin dia membunuh istri dan anaknya sendiri?” tanya Justin, dengan suara pelan, khawatir didengar oleh Chris, yang saat itu berada di sekitar rumah.
“Sebaiknya ajak Chris ke kantor. Kita bisa memeriksanya menanyainya di kantor nanti,” kata detektif itu.
Chris saat diinterograsi polisi |
Seperti umumnya sebuah pemeriksaan resmi, Chris ditanya kemana dia saat kejadian berlangsung. Saat itu Chris mengaku sedang berada di gym. Sudah menjadi kebiasaan, jika setiap pagi buta, dia berangkat ke gym untuk berlatih kebugaran.
“Setiap hari aku ke gym. Ini untuk menjaga stamina tubuhku. Karena tugasku sebagai kepala keamanan perusahaan, maka aku harus fit, untuk menghadapi tugas-tugas mendadak,” tuturnya.
“Jam berapa anda berangkat ke gym?” tanya penyidik bagian pembunuhan.
“Aku berangkat pukul 05.30,” kata Chris.
“Benar anda berangkat jam 05.30? Apa tidak salah?” tanya penyidik lagi.
“Oh...maaf Pak salah. Sekitar jam 06.00. Waktu itu aku juga pamit sama istri,” kata Chris, yang mulai agak gusar.
Beberapa pertanyaan terus dilontarkan oleh penyidik. Dan ini membuat Chris merasa tidak nyaman, hingga beberapa kali dia nampak mengeluarkan keringat dingin, meski udara di ruang penyidikan saat itu cukup sejuk karena ada AC yang menyala.
Hampir tiga jam Chris menjalani pemeriksaan, hingga akhirnya penyidik menetapkan dia menjadi tersangka. “Kami sudah mengumpulkan bukti-bukti. Dan dari bukti dan petunjuk yang sudah kami dapatkan, maka kami terpaksa menahan anda,” kata penyidik.
“Kenapa saya harus ditahan. Saya bukan pembunuhnya, Pak. Ini tidak benar. Anda salah Pak,” ucap Chris.
Tapi polisi tetap menahan Chris, meski berulangkali dia memohon dan mengatakan tidak bersalah. “Kita buktikan saja semuanya nanti di pengadilan. Anda atau polisi yang benar?” kata penyidik itu, yang segera memerintahkan beberapa opsir untuk membawa Chris ke ruang tahanan.
Setelah beberapa kali menjalani pemeriksaan, kasus pembunuhan ini pun segera disidangkan. Chris yang duduk di kursi terdakwa di persidangan Kota Columbia itu, hanya bisa bersedih dengan nasibnya.
Menurut hasil penyelidikan, di tempat kejadian tidak ditemukan tanda-tanda hadirnya orang luar. Rumput di halaman masih nampak berembun saat polisi memeriksa lokasi rumah Chris. Sementara di bagian pintu dan jendela, tidak ada tanda-tanda kerusakan yang menunjukkan seseorang masuk secara paksa.
Di dalam rumah, detektif dan para petugas kepolisian tak menemukan adanya DNA orang luar.
Satu hal yang mengutkan tuduhan kepada Chris, adalah isi email ancaman. Dalam pernyataannya kepada penyidik, Chris sempat mengaku bahwa dia dan keluarganya diancam seseorang lewat email.
Setelah dilakukan penyelidikan, polisi menemukan fakta bahwa email ancaman tersebut, adalah email yang dikirim melalui IP adress di laptop milik Chris sendiri.
Dan yang lebih menguatkan tuduhan lagi, tulisan di tembok, ternyata dibuat menggunakan cat semprot yang dibeli oleh Chris seminggu sebelum kejadian. Ini tertera di catatan pengeluaran kartu kredit Chris, yang mana disitu tertulis bahwa Chris membeli cat semprot warna merah di sebuah toserba tak jauh dari rumahnya.
Karena Dipaksa Cerai
Sebuah kesaksian dari beberapa anggota keluarga, juga memperkuat tuduhan terhadap Chris. Bahkan pada akhirnya, kesaksian itu juga dianggap sebagai motif pembunuhan.
Beberapa anggota keluarga mengakui, Chris tengah menjalin hubungan khusus dengan seorang pramusaji bar, bernama Tara Lintz. Dan karena hubungan itu, Chris bermaksud menceraikan Sherri, istrinya.
Chris berfoto mesra bersama Tara Lintz, selingkuhannya |
Tapi sebaliknya, Tara Lintz mendesak Chris, untuk segera menceraikan istrinya. Bahkan Tara mengancam akan meninggalkan Chris, jika perceraian tak kunjung dilakukan.
Demi cintanya, Chris kemudian berbohong kepada Tara. Beberapa kali dia mengatakan sudah mengurus perceraian, tapi pengacaranya sering salah ketik permohonan cerai, hingga terpaksa harus diulang-ulang dan memakan waktu lama.
Sementara Tara, setiap kali bertemu selalu mengungkit-ungkit perceraian. Dan pada akhirnya, ini membuat Chris tak bisa mencari pilihan lain, selain membunuh istrinya, Sherri.
Dugaan polisi, saat berusaha membunuh Sherri, kedua putranya melihat kejadian itu, hingga kemudian ikut dibunuhnya untuk menghilangkan saksi mata.
Sementara itu, menurut hasil pemeriksaan forensik, pembunuhan kemungkinan besar terjadi sekitar pukul 04.30 atau bahkan kurang dari itu. Dengan demikian, dugaan semakin kuat bahwa Chrislah yang melakukan pembunuhan tersebut.
Atas kejahatannya ini, pada tanggal 1 Juli 2011, setelah melalui serangkaian pemeriksaan yang cukup menyita waktu, hakim memutuskan menjatuhkan vonis seumur hidup tanpa pembebasan bersyarat kepada Chris.
Hakim Wharton yang memimpin sidang perkara ini, menyatakan, Chris bersalah dengan tiga kasus pembunuhan tingkat I. Untuk itu, Hakim Wharton pun menjatuhkan hukuman seumur hidup.
“Mati tua di dalam sel penjara adalah retribusi yang paling ampuh untuk pelaku pembunuhan ini. Dia tidak seperti kita. Orang ini tidak menghargai hidup dengan cara yang seperti kita lakukan,” ujarnya, sesuai menjatuhkan vonis. (****)