Sandiwara Pembunuhan Sang Kekasih
Tracei bersama Lee ketika masih mesra |
Pengadilan negeri Birmingham, Inggris, tak seperti biasanya. Pagi itu,
tanggal 29 Juli 1997, gedung pengadilan ini dipenuhi oleh ribuan demonstran.
Mereka menuntut terdakwa yang tengah disidang atas kasus pembunuhan kali itu,
dibebaskan.
Ya, hari itu pengadilan memang tengah menggelar sidang kasus pembunuhan.
Selaku terdakwa adalah wanita muda bernama Tracie Margurite Andrews. Dia
didakwa membunuh kekasihnya sendiri, Lee Raymond Harvey.
Hari itu merupakan hari dimana juri harus memberikan keputusannya. Mereka
dituntut untuk memberikan pernyataan tegas, soal status Tracie. Bersalah atau
tidak bersalah?
Jika bersalah, maka Tracie akan diancam hukuman berat. Tapi jika keputusan
juri menyatakan dia tidak bersalah, secara otomatis Tracie bebas dari segala
tuntutan hukum. Dia bisa kembali ke masyarakat dan menjalani kehidupan
sosialnya seperti semula.
Tracei dalam keadaan marah |
Detik-detik menegangkan terjadi di dalam ruang sidang. Sementara di luaran,
warga Kota Birmingham terus meneriakkan tuntutan agar Tracie dibebaskan. Mereka
yakin, Tracie tidak bersalah. Dia tidak membunuh Lee Raymond Harvey. Warga
justru menaruh iba pada Tracey yang telah kehilangan kekasihnya.
Sidang berlangsung cukup lama. Total sekitar 5 jam lebih. Ini karena juri
tak kunjung memberikan keputusan finalnya. Di ruangan terpisah, mereka masih
menggelar rapat secara tertutup.
Hampir saja hakim memutuskan untuk menunda sidang ini, sebelum akhirnya
para juri keluar dari tempat rapat mereka. Saat itu seorang juri yang ditunjuk
sebagai wakil, memberikan sebuah surat kepada hakim. Isinya tentang keputusan
hasil rapat.
Saat itu hakim segera membacakan surat yang dipegangnya. Dengan perasaan
setengah iba, dia menyatakan bahwa Tracie bersalah. Wanita satu anak ini
akhirnya dijatuhi hukuman seumur hidup.
“Juri telah memutuskan Anda bersalah dengan bukti-bukti yang kuat.
Sesungguhnya, hanya Anda yang tahu apa yang terjadi malam itu. Kami disini
hanya melihat akibatnya yang dahsyat. Dan seperti anda tahu, semua kembali pada
ketentuan hukum. Anda harus menjalani penjara seumur hidup,” kata Hakim Buckley,
saat itu.
Tracei ketika jumpa pers |
Tracie tak bereaksi. Air matanya tak terbendung. Simpati dari banyak orang
mulai bangkit, terutama mereka yang berada di ruang sidang. Semua pengunjung
sidang yang rata-rata perempuan, meneriaki hakim dan para juri. Mereka menuding
pengadilan telah menjatuhkan hukuman terhadap orang yang tidak bersalah.
Bukan saja pengunjung sidang yang berada di ruangan. Beberapa puluh meter
dari lokasi ruang sidang, warga Kota Birmingham yang mendengar keputusan ini, langsung
histeris. Mereka tidak percaya, jika juri memberikan keputusan yang sama sekali
tak adil.
Usai sidang itu, Tracie segera digiring petugas keluar dari gedung
pengadilan. Dia sempat memberikan komentarnya, dihadapan media. “Aku sudah
tahu, mereka akan memutuskan aku bersalah. Tapi sungguh, aku sama sekali tak
melakukannya,” kata Tracie kepada pers. Lalu bagaimana sebenarnya penilaian
masyarakat atas kasus ini? Mengapa mereka meyakini Tracie tidak bersalah?
Pembunuh Misterius
Penilaian warga Kota Birmingham ini
tak lepas dari cerita Tracie. Sejak kasus pembunuhan terhadap Lee ditangani
polisi, Tracie aktif menjadi langganan media televisi, sebagai nara sumber.
Disetiap tayangan telvisi itu, Tracie tak henti-hentinya menitikkan air
mata, seolah menanggung kesedihan luar biasa atas kematian Lee. Dia mengaku,
jika Lee dibunuh oleh orang misterius melalui sebuah peristiwa yang dramatis.
Usia Tracie baru 27 tahun saat itu. Dia adalah ibu dari seorang putri
berusia tujuh tahun. Memang, sebelum bertemu dan berpacaran denga Lee, Tracie
pernah hidup bersama seorang pria tanpa ikatan pernikahan, hingga memiliki anak.
Tapi sepuluh bulan setelah anaknya lahir, pria itu kabur.
Tracie sendiri tinggal di sebuah flat kecil dan bekerja sebagai penjual
produk kecantikan. Sedangkan Lee, sehari-harinya bekerja sebagai sopir bus. Dan
sebagaimana kekasihnya, Lee telah memiliki seorang putra hasil hubungan tanpa
ikatan semasa masih umur belasan tahun. Hingga akhir hayat, hubungan Lee dengan
mantan kekasih dan anaknya tetap berjalan baik.
Meski pekerja kasar, Lee termasuk pria berwajah tampan. Tak heran jika dia
sering jadi kejaran para wanita. Namun Lee bukanlah seorang playboy. Dia ingin
memiliki seorang wanita yang benar-benar bisa diajak membina rumah tangga.
Kebiasaan Lee yang sering nongkrong di klab-klab malam setiap akhir pekan,
membuatnya mengenal Tracei. Mereka bertemu di klab malam bernama Ritzy’s pada
tahun 1994.
Dari pertemuan itu mereka menjalin kencan, hingga kemudian memutuskan untuk
tinggal bersama. Dan seiring kencan yang dilakukan beberapa kali, Tracei dan
Lee akhirnya sepakat untuk tinggal bersama. Saat itu Lee memutuskan untuk
pindah ke flat kecil milik Tracei di pinggiran Kota Birmingham.
Kehidupan mereka awalnya berjalan harmonis. Lee tak mempermasalahkan
keberadaan putri Tracei yang juga tinggal dalam satu flat. Bahkan Lee sangat
menyayangi anak dari Tracei itu.
Namun semuanya berubah sejak Lee pernah melihat Tracei ngobrol dengan
seorang pria, yang belakangan diketahui sebagai mantan kekasihnya. Dia adalah
ayah dari anak Tracei.
Saat itu Lee curiga, Tracei masih menjalin hubungan dengan pria itu. Dan
kecurigaan ini membuat hubungan Lee dan Tracei sering memanas. Apalagi ketika
Tracei pulang terlambat dari tempatnya bekerja. Pasti kecurigaan Lee akan
bertambah besar.
Beberapa tetangga flat yang sempat dijadikan saksi di pengadilan, mengakui
jika Tracei dan Lee kerap terlibat keributan. Sering terdengar suara
barang-barang dibanting dan umpatan-umpatan kasar.
Bukan itu saja. Pernah beberapa kali Tracei keluar dari flat dengan muka
bilur dan lebam. Semua ini diyakini para tetangga, karena tindakan penganiayaan
yang dilakukan oleh Lee.
Mengarang Cerita
Pada malam pembunuhan, 1 Desember 1996, Tracie dan Lee terlihat berada di
klab malam di kawasan Marlbrook Inn. Malam belum terlalu larut saat mereka
meninggalkan tempat itu. Mereka pergi dengan mengendarai sedan Ford Escort yang
dikemudikan oleh Lee.
“Keduanya memang tidak bertengkar, tapi dari sorot matanya mereka terlihat
sedang tidak akur,” kata Crigman, jaksa penuntut kasus pembunuhan ini saat
memberikan penjelasan kepada juri di persidangan.
Penilaian itu berdasarkan penuturan
sejumlah saksi di klab malam. Bahkan saat masuk ke dalam mobil, Lee dan Tracie
tidak nampak mesra. Mereka meninggalkan klub itu, sekitar pukul 22.00.
Saksi lain, seorang pria, mengutarakan, sekitar pukul 22.30, saat dia baru
saja melangkah meninggalkan rumah teman wanitanya di kawasan Coopers Hill,
dekat Alvechurch pinggiran kota Birmingham, tiba-tiba mendengar teriakan pilu
seorang wantia di kegelapan.
Saat itu juga, pria ini kembali ke rumah teman wanitanya, dan meminta
tolong untuk menghubungi 999. Setelah itu, pria ini bergegas mendatangi sumber
suara. Diasana ia menemukan seorang wantia muda berdiri di samping mobil.
Pakaiannya dipenuhi dengan darah dan tubuhnya tampak gemetar. Sedangkan tak
jauh dari si wanita berdiri, seorang lelaki tergeletak, juga dengan tubuh
dipenuhi darah.
Belakangan si pria ini tahu, jika wanita yang ditemuinya adalah Tracei. Dan
yang tergeletak tak jauh dari mobil dan tempat Tracei berdiri, adalah Lee.
Mereka sepasang kekasih.
Awalnya Tracie tidak mengatakan apapun. Namun tak lama setelah warga
sekitar lokasi berkumpul, Tracei mengakui jika dia dan pacarnya baru diserang
oleh seseorang tak dikenal.
Sosok yang disebutnya sebagai pembunuh Lee itu, digambarkan menumpang
sebuah sedan Ford Sierra berwarna gelap. Tracie menyebut, jika mobil itu telah
membuntutinya sesaat setelah keluar dari klub malam.
“Mereka langsung memotong mobil kami. Seorang pria keluar dari mobil itu
dan memaki Lee. Waktu itu Lee juga keluar. Aku sendiri masih berada di dalam
mobil, ketika akhirnya Lee terlibat keributan dengan pria itu. Dan tak lama
kemudian, aku melihat Lee sudah tersungkur di aspal,” begitu kata Tracie, saat
dimintai keterangan polisi. Dan pernyataan ini juga diulang-ulang, di sejumlah
media televisi serta pengadilan.
Total di jasad Lee ditemukan 41 tusukan belati. Saat itu polisi mencoba
melakukan penyelidikan di lokasi kejadian. Sejumlah saksi dimintai keterangan,
tapi tak satupun yang sempat melihat ada mobil lain, yang berhenti dekat mobil
Tracie dan Lee.
Apakah ini artinya Tracei mengarang cerita? Begitulah yang kemudian muncul
di benak polisi. Dan kiranya kecurigaan polisi ini mulai bertambah kuat, saat
ditemukan bahwa di wajah Tracei terdapat luka-luka lebam. Terutama di bagian
kelopak mata kirinya.
Polisi yang curiga dengan kesaksian Tracei, akhirnya bertanya lebih dalam.
Mereka menanyakan mengapa wajah Tracei terlihat lebam dan bengkak. “Pria yang
membunuh Lee itu juga sempat memukuliku, sampai aku tersungkur,” ucap Tracei
saat itu.
Kesaksian Tracei ini, tidak begitu saja membuat polisi percaya. Mereka
yakin, ada yang disembunyikan oleh Tracei. Apalagi saat ditemukan sidik jari
wanita itu di belati yang tertancap di tubuh Lee.
Sayangnya, kecurigaan polisi ini justru bertolak belakang dengan opini yang
terbangun di masyarakat. Saat itu masyarakat malah simpati terhadap Tracei.
Karenanya, ketika Tracei dinyatakan sebagai tersangka, masyarakat pun berdemo.
Tapi percuma saja demo masyarakat ini dilakukan. Sebab, kenyataannya,
polisi dan jaksa, tetap berpegang pada bukti-bukti. Tak cukup sekedar ungkapan
kesedihan dan air mata yang sering kali ditunjukkan oleh Tracei di
tayangan-tayangan televisi. Tracei tetap diseret ke pengadilan dan divonis
bersalah.
Belakangan, setelah beberapa bulan menjalani hukuman, Tracei membuat
pengakuan yang mengejutkan. Dia akhirnya mengaku sebagai orang yang telah
membunuh Lee. Semua itu dilakukan, karena sudah bosah sering jadi sasaran
penganiayaan kekasihnya itu.
Saat Tracei digelandang petugas |
Pernyataan Tracei yang ditulis dalam sebuah diari ini, akhirnya diterbitkan
oleh salah satu media ternama di Inggris. “Di tengah jalan terjadi
pertengkaran. Lee mengeluarkan belati dan mengancam akan menyayat wajahku atau
akan menusuk,” tulis Tracie. Masalahnya, Lee cemburu kepada Andy, mantan pacar
Tracie, yang kebetulan sempat terlihat di dalam klub.
Keduanya kemudian keluar dari mobil, lalu Lee menghampiri dan menjambak
rambut Tracei. Lee mengancam dengan belati seraya berkata, “Lihat saja jika
Andy menginginkanmu lagi.”
Tracie mengaku saat itu takut setengah mati. Tapi kemudian ia sempat
menjegal Lee hingga terjatuh. Lee ternyata menariknya, hingga keduanya sama-sama
jatuh.
Tapi secepat kilat, Lee bangkit dan memukuli Tracei lagi. Saat itu, Tracei
segera berusaha berdiri dan menjauh. Keduanya kemudian saling memaki.
Selanjutnya, Tracie melihat ada belati milik Lee di tanah, yang segera
diambil. Dan ketika Lee ingin bertindak kasar lagi, Tracie langsung bereaksi
dengan belati yang sudah dipegang itu. Dia segera menusuk leher dan tubuh Lee
berulangkali.
“Aku harus menusuknya. Jika tidak, dia akan terus memukuliku. Aku sempat
mundur. Yang kuingat, aku jadi gelap mata. Aku marah, gemetar, dan kehilangan
kontrol. Belum pernah aku mengalami kehilangan kontrol seperti malam itu,” aku
Tracie.
Berkali-kali tusukan belati yang dihujamkan Tracei melukai tubuh Lee.
Hingga sejurus kemudian, pria yang bekerja sebagai sopir bus ini menghembuskan
nafas terakhirnya. “Aku merasa ngeri. Tanganku terasa basah,” tulis Tracei
lagi.
Vonis seumur hidup yang dijatuhkan
terhadap Tracey, akhirnya diperingan. Tracey dibebaskan setelah 14 tahun
menjalani hukuman. Tepatnya sejak pertengahan 2011, ibu satu anak ini kembali
hidup bermasyarakat. (****)