Monday, February 25, 2013

Kisah Ironi


Sandiwara Pembunuhan Sang Kekasih

Sediam-diamnya wanita, jika kepepet ternyata bisa bertindak sadis. Seperti kisah berikut ini. Seorang wanita, nekat membunuh kekasihnya karena tak kuat terus terusan jadi korban penganiayaan. Mau tahu kisahnya?

Tracei bersama Lee ketika masih mesra
Pengadilan negeri Birmingham, Inggris, tak seperti biasanya. Pagi itu, tanggal 29 Juli 1997, gedung pengadilan ini dipenuhi oleh ribuan demonstran. Mereka menuntut terdakwa yang tengah disidang atas kasus pembunuhan kali itu, dibebaskan.
Ya, hari itu pengadilan memang tengah menggelar sidang kasus pembunuhan. Selaku terdakwa adalah wanita muda bernama Tracie Margurite Andrews. Dia didakwa membunuh kekasihnya sendiri, Lee Raymond Harvey.
Hari itu merupakan hari dimana juri harus memberikan keputusannya. Mereka dituntut untuk memberikan pernyataan tegas, soal status Tracie. Bersalah atau tidak bersalah?
Jika bersalah, maka Tracie akan diancam hukuman berat. Tapi jika keputusan juri menyatakan dia tidak bersalah, secara otomatis Tracie bebas dari segala tuntutan hukum. Dia bisa kembali ke masyarakat dan menjalani kehidupan sosialnya seperti semula.
Tracei dalam keadaan marah
Detik-detik menegangkan terjadi di dalam ruang sidang. Sementara di luaran, warga Kota Birmingham terus meneriakkan tuntutan agar Tracie dibebaskan. Mereka yakin, Tracie tidak bersalah. Dia tidak membunuh Lee Raymond Harvey. Warga justru menaruh iba pada Tracey yang telah kehilangan kekasihnya.
Sidang berlangsung cukup lama. Total sekitar 5 jam lebih. Ini karena juri tak kunjung memberikan keputusan finalnya. Di ruangan terpisah, mereka masih menggelar rapat secara tertutup.
Hampir saja hakim memutuskan untuk menunda sidang ini, sebelum akhirnya para juri keluar dari tempat rapat mereka. Saat itu seorang juri yang ditunjuk sebagai wakil, memberikan sebuah surat kepada hakim. Isinya tentang keputusan hasil rapat.
Saat itu hakim segera membacakan surat yang dipegangnya. Dengan perasaan setengah iba, dia menyatakan bahwa Tracie bersalah. Wanita satu anak ini akhirnya dijatuhi hukuman seumur hidup.
“Juri telah memutuskan Anda bersalah dengan bukti-bukti yang kuat. Sesungguhnya, hanya Anda yang tahu apa yang terjadi malam itu. Kami disini hanya melihat akibatnya yang dahsyat. Dan seperti anda tahu, semua kembali pada ketentuan hukum. Anda harus menjalani penjara seumur hidup,” kata Hakim Buckley, saat itu.
Tracei ketika jumpa pers
Tracie tak bereaksi. Air matanya tak terbendung. Simpati dari banyak orang mulai bangkit, terutama mereka yang berada di ruang sidang. Semua pengunjung sidang yang rata-rata perempuan, meneriaki hakim dan para juri. Mereka menuding pengadilan telah menjatuhkan hukuman terhadap orang yang tidak bersalah.
Bukan saja pengunjung sidang yang berada di ruangan. Beberapa puluh meter dari lokasi ruang sidang, warga Kota Birmingham yang mendengar keputusan ini, langsung histeris. Mereka tidak percaya, jika juri memberikan keputusan yang sama sekali tak adil.
Usai sidang itu, Tracie segera digiring petugas keluar dari gedung pengadilan. Dia sempat memberikan komentarnya, dihadapan media. “Aku sudah tahu, mereka akan memutuskan aku bersalah. Tapi sungguh, aku sama sekali tak melakukannya,” kata Tracie kepada pers. Lalu bagaimana sebenarnya penilaian masyarakat atas kasus ini? Mengapa mereka meyakini Tracie tidak bersalah?

Pembunuh Misterius

            Penilaian warga Kota Birmingham ini tak lepas dari cerita Tracie. Sejak kasus pembunuhan terhadap Lee ditangani polisi, Tracie aktif menjadi langganan media televisi, sebagai nara sumber.
Disetiap tayangan telvisi itu, Tracie tak henti-hentinya menitikkan air mata, seolah menanggung kesedihan luar biasa atas kematian Lee. Dia mengaku, jika Lee dibunuh oleh orang misterius melalui sebuah peristiwa yang dramatis.
Usia Tracie baru 27 tahun saat itu. Dia adalah ibu dari seorang putri berusia tujuh tahun. Memang, sebelum bertemu dan berpacaran denga Lee, Tracie pernah hidup bersama seorang pria tanpa ikatan pernikahan, hingga memiliki anak. Tapi sepuluh bulan setelah anaknya lahir, pria itu kabur.
Tracie sendiri tinggal di sebuah flat kecil dan bekerja sebagai penjual produk kecantikan. Sedangkan Lee, sehari-harinya bekerja sebagai sopir bus. Dan sebagaimana kekasihnya, Lee telah memiliki seorang putra hasil hubungan tanpa ikatan semasa masih umur belasan tahun. Hingga akhir hayat, hubungan Lee dengan mantan kekasih dan anaknya tetap berjalan baik.
Meski pekerja kasar, Lee termasuk pria berwajah tampan. Tak heran jika dia sering jadi kejaran para wanita. Namun Lee bukanlah seorang playboy. Dia ingin memiliki seorang wanita yang benar-benar bisa diajak membina rumah tangga.
Kebiasaan Lee yang sering nongkrong di klab-klab malam setiap akhir pekan, membuatnya mengenal Tracei. Mereka bertemu di klab malam bernama Ritzy’s pada tahun 1994.
Dari pertemuan itu mereka menjalin kencan, hingga kemudian memutuskan untuk tinggal bersama. Dan seiring kencan yang dilakukan beberapa kali, Tracei dan Lee akhirnya sepakat untuk tinggal bersama. Saat itu Lee memutuskan untuk pindah ke flat kecil milik Tracei di pinggiran Kota Birmingham.
Kehidupan mereka awalnya berjalan harmonis. Lee tak mempermasalahkan keberadaan putri Tracei yang juga tinggal dalam satu flat. Bahkan Lee sangat menyayangi anak dari Tracei itu.
Namun semuanya berubah sejak Lee pernah melihat Tracei ngobrol dengan seorang pria, yang belakangan diketahui sebagai mantan kekasihnya. Dia adalah ayah dari anak Tracei.
Saat itu Lee curiga, Tracei masih menjalin hubungan dengan pria itu. Dan kecurigaan ini membuat hubungan Lee dan Tracei sering memanas. Apalagi ketika Tracei pulang terlambat dari tempatnya bekerja. Pasti kecurigaan Lee akan bertambah besar.
Beberapa tetangga flat yang sempat dijadikan saksi di pengadilan, mengakui jika Tracei dan Lee kerap terlibat keributan. Sering terdengar suara barang-barang dibanting dan umpatan-umpatan kasar.
Bukan itu saja. Pernah beberapa kali Tracei keluar dari flat dengan muka bilur dan lebam. Semua ini diyakini para tetangga, karena tindakan penganiayaan yang dilakukan oleh Lee.

Mengarang Cerita

Pada malam pembunuhan, 1 Desember 1996, Tracie dan Lee terlihat berada di klab malam di kawasan Marlbrook Inn. Malam belum terlalu larut saat mereka meninggalkan tempat itu. Mereka pergi dengan mengendarai sedan Ford Escort yang dikemudikan oleh Lee.
“Keduanya memang tidak bertengkar, tapi dari sorot matanya mereka terlihat sedang tidak akur,” kata Crigman, jaksa penuntut kasus pembunuhan ini saat memberikan penjelasan kepada juri di persidangan.
 Penilaian itu berdasarkan penuturan sejumlah saksi di klab malam. Bahkan saat masuk ke dalam mobil, Lee dan Tracie tidak nampak mesra. Mereka meninggalkan klub itu, sekitar pukul 22.00.
Saksi lain, seorang pria, mengutarakan, sekitar pukul 22.30, saat dia baru saja melangkah meninggalkan rumah teman wanitanya di kawasan Coopers Hill, dekat Alvechurch pinggiran kota Birmingham, tiba-tiba mendengar teriakan pilu seorang wantia di kegelapan.
Saat itu juga, pria ini kembali ke rumah teman wanitanya, dan meminta tolong untuk menghubungi 999. Setelah itu, pria ini bergegas mendatangi sumber suara. Diasana ia menemukan seorang wantia muda berdiri di samping mobil. Pakaiannya dipenuhi dengan darah dan tubuhnya tampak gemetar. Sedangkan tak jauh dari si wanita berdiri, seorang lelaki tergeletak, juga dengan tubuh dipenuhi darah.
Belakangan si pria ini tahu, jika wanita yang ditemuinya adalah Tracei. Dan yang tergeletak tak jauh dari mobil dan tempat Tracei berdiri, adalah Lee. Mereka sepasang kekasih.
Awalnya Tracie tidak mengatakan apapun. Namun tak lama setelah warga sekitar lokasi berkumpul, Tracei mengakui jika dia dan pacarnya baru diserang oleh seseorang tak dikenal.
Sosok yang disebutnya sebagai pembunuh Lee itu, digambarkan menumpang sebuah sedan Ford Sierra berwarna gelap. Tracie menyebut, jika mobil itu telah membuntutinya sesaat setelah keluar dari klub malam.
“Mereka langsung memotong mobil kami. Seorang pria keluar dari mobil itu dan memaki Lee. Waktu itu Lee juga keluar. Aku sendiri masih berada di dalam mobil, ketika akhirnya Lee terlibat keributan dengan pria itu. Dan tak lama kemudian, aku melihat Lee sudah tersungkur di aspal,” begitu kata Tracie, saat dimintai keterangan polisi. Dan pernyataan ini juga diulang-ulang, di sejumlah media televisi serta pengadilan.
Total di jasad Lee ditemukan 41 tusukan belati. Saat itu polisi mencoba melakukan penyelidikan di lokasi kejadian. Sejumlah saksi dimintai keterangan, tapi tak satupun yang sempat melihat ada mobil lain, yang berhenti dekat mobil Tracie dan Lee.
Apakah ini artinya Tracei mengarang cerita? Begitulah yang kemudian muncul di benak polisi. Dan kiranya kecurigaan polisi ini mulai bertambah kuat, saat ditemukan bahwa di wajah Tracei terdapat luka-luka lebam. Terutama di bagian kelopak mata kirinya.
Polisi yang curiga dengan kesaksian Tracei, akhirnya bertanya lebih dalam. Mereka menanyakan mengapa wajah Tracei terlihat lebam dan bengkak. “Pria yang membunuh Lee itu juga sempat memukuliku, sampai aku tersungkur,” ucap Tracei saat itu.
Kesaksian Tracei ini, tidak begitu saja membuat polisi percaya. Mereka yakin, ada yang disembunyikan oleh Tracei. Apalagi saat ditemukan sidik jari wanita itu di belati yang tertancap di tubuh Lee.
Sayangnya, kecurigaan polisi ini justru bertolak belakang dengan opini yang terbangun di masyarakat. Saat itu masyarakat malah simpati terhadap Tracei. Karenanya, ketika Tracei dinyatakan sebagai tersangka, masyarakat pun berdemo.
Tapi percuma saja demo masyarakat ini dilakukan. Sebab, kenyataannya, polisi dan jaksa, tetap berpegang pada bukti-bukti. Tak cukup sekedar ungkapan kesedihan dan air mata yang sering kali ditunjukkan oleh Tracei di tayangan-tayangan televisi. Tracei tetap diseret ke pengadilan dan divonis bersalah.
Belakangan, setelah beberapa bulan menjalani hukuman, Tracei membuat pengakuan yang mengejutkan. Dia akhirnya mengaku sebagai orang yang telah membunuh Lee. Semua itu dilakukan, karena sudah bosah sering jadi sasaran penganiayaan kekasihnya itu.
Saat Tracei digelandang petugas
Pernyataan Tracei yang ditulis dalam sebuah diari ini, akhirnya diterbitkan oleh salah satu media ternama di Inggris. “Di tengah jalan terjadi pertengkaran. Lee mengeluarkan belati dan mengancam akan menyayat wajahku atau akan menusuk,” tulis Tracie. Masalahnya, Lee cemburu kepada Andy, mantan pacar Tracie, yang kebetulan sempat terlihat di dalam klub.
Keduanya kemudian keluar dari mobil, lalu Lee menghampiri dan menjambak rambut Tracei. Lee mengancam dengan belati seraya berkata, “Lihat saja jika Andy menginginkanmu lagi.”
Tracie mengaku saat itu takut setengah mati. Tapi kemudian ia sempat menjegal Lee hingga terjatuh. Lee ternyata menariknya, hingga keduanya sama-sama jatuh.
Tapi secepat kilat, Lee bangkit dan memukuli Tracei lagi. Saat itu, Tracei segera berusaha berdiri dan menjauh. Keduanya kemudian saling memaki.
Selanjutnya, Tracie melihat ada belati milik Lee di tanah, yang segera diambil. Dan ketika Lee ingin bertindak kasar lagi, Tracie langsung bereaksi dengan belati yang sudah dipegang itu. Dia segera menusuk leher dan tubuh Lee berulangkali.
“Aku harus menusuknya. Jika tidak, dia akan terus memukuliku. Aku sempat mundur. Yang kuingat, aku jadi gelap mata. Aku marah, gemetar, dan kehilangan kontrol. Belum pernah aku mengalami kehilangan kontrol seperti malam itu,” aku Tracie.
Berkali-kali tusukan belati yang dihujamkan Tracei melukai tubuh Lee. Hingga sejurus kemudian, pria yang bekerja sebagai sopir bus ini menghembuskan nafas terakhirnya. “Aku merasa ngeri. Tanganku terasa basah,” tulis Tracei lagi.
            Vonis seumur hidup yang dijatuhkan terhadap Tracey, akhirnya diperingan. Tracey dibebaskan setelah 14 tahun menjalani hukuman. Tepatnya sejak pertengahan 2011, ibu satu anak ini kembali hidup bermasyarakat. (****)

Crime Story


Misteri Pembunuh Berambut Pirang

Kasus yang berikut ini, sempat menjadi sorotan publik Amerika Serikat. Tentang penculikan dan pembunuhan seorang gadis cilik bernama Amber Hagerman. Hingga kini identitas si pembunuh, belum juga terungkap.

Sore di Hari Sabtu, 12 Januari 1996, Dona berkunjung ke rumah orangtuanya, di Kota Arlington, Texas. Dona tidak datang sendirian, tapi juga mengajak serta kedua anaknya, Amber Hagerman (9) dan Ricky Hagerman (5).
Kedatangan mereka langsung disambut orangtua Dona, Glenda dan Jimmy. Sesaat setelah saling berpelukan, keluarga tiga generasi ini, segera masuk ke dalam rumah.
Dona mulai ngobrol banyak hal dengan kedua orangtuanya. Sesuatu yang memang sudah biasa dilakukan oleh sebuah keluarga yang lama tak berjumpa. Sambil ngobrol, mereka mencicipi makanan ringan yang dihidangkan oleh Glenda.
Saat itu, Amber dan Ricky berkeinginan untuk main sepeda. Mereka segera mengambil dua sepeda kecil yang diparkir di garasi rumah. Dona mengijinkan kedua anaknya bermain sepeda, tapi dengan catatan cukup di sekitar rumah.
“Paling jauh, hanya sampai satu blok ini saja. Jangan keluar dari blok ini,” kata Dona, mewanti-wanti Amber dan Ricky.
Bersamaan dengan perginya Amber dan Ricky, Jimmy, sang kakek, juga pamit berobat. Saat itu kebetulan Jimmy sedang diserang influensa. Dia pamit pergi ke klinik yang tak jauh dari rumah.
Ketika pergi Jimmy yang mengendarai mobil, sempat berpapasan dengan cucu-cucunya. Saat itu Amber dan Ricky terlihat bermain di sebuah bekas toko kelontong bernama Win-Dixie, yang masih di satu blok dengan rumah.
Memang, Win-Dixie menjadi tempat favorit untuk bersepeda bagi anak-anak. Ini karena di halaman bekas bangunan toko itu, terdapat sebuah tanjakan dari beton, yang bisa digunakan untuk bermain sepeda luncur.
Sewaktu berpapasan, Jimmy juga sempat menyapa kedua cucunya. Saat itu Amber dan Ricky sempat menoleh dan melambaikan tangannya. Sejurus kemudian, mereka melanjutkan bermain kembali.
Sampai sekitar 20 menit kemudian, Jimmy yang selesai berobat, langsung kembali ke rumah. Dilihatnya Amber dan Ricky masih asyik bermain.
Namun ketika tiba, dan memarkirkan mobilnya, Jimmy melihat Ricky ikut kembali. Dia mengayuh sepeda seorang diri, menemui kakeknya.
Kala itu, Jimmy bertanya, kemana Amber? Mengapa Ricky pulang seorang diri, tidak mengajak serta kakaknya?
Mendengar pertanyaan sang kakek, Ricky pun kembali dengan niat ingin mengajak Amber pulang. Namun sekitar 2 menit kemudian, Ricky sudah balik. Dia bilang, Amber tak ada di tempat semula, dimana mereka bermain sebelumnya.
Ucapan Ricky tentu saja membuat Jimmy mulai diliputi perasaan khawatir. Apalagi ketika Ricky mengatakan, Amber meninggalkan sepedanya di halaman Win-Dixie.
Setelah mendengar ucapan Ricky, Jimmy pun bergegas mencari Amber. Dia langsung masuk mobilnya dan mendatangi tempat dimana Amber sebelumnya terlihat bermain.
Benar saja apa yang dikatakan Ricky. Amber tak ada di tempat. Hanya sepedanya saja, yang tergeletak di lokasi itu.
Dalam keadaan bingung, saat itu Jimmy melihat mobil patroli polisi mendekat. Dua orang petugas kemudian keluar dari mobil itu. Mereka lantas mendatangi Jimmy dan mulai bertanya-tanya.
“Apakah anda yang tadi menghubungi kami?” tanya salah seorang polisi itu. Jimmy hanya menggeleng mendengar pertanyaan si polisi tersebut.
“Tadi ada seseorang menghubungi kami. Dia bilang, ada anak perempuan berambut hitam, berusia 9 tahun, yang tiba-tiba dibawa seorang pria menggunakan mobil pick up,” kata si polisi menjelaskan soal kedatangannya.
Sebelum Jimmy menjawab, tiba-tiba dari kejauhan, seorang pria tua berjalan setengah berlari. Dia mendekat ke arah dua polisi itu. Belakangan diketahui, bahwa si pria bernama Kevil (78), pensiunan pegawai pemerintah.
Kevil saat itu mengaku sebagai orang yang menelepon 911. Ini setelah dia curiga pada seorang pria yang tiba-tiba membawa gadis cilik yang tengah bermain di depan Win-Dixie.
“Itu sepeda gadis yang dibawa tadi Pak. Saya melhatnya dengan jelas, itu memang sepedanya,” ucap Kevil, seraya menunjuk sepeda kecil yang tergeletak di halaman Win-Dixie.
 Mendengar pernyataan Kevil, Jimmy sontak kaget. Dia baru sadar, bahwa yang dibicarakan oleh si polisi dengan si pria tua dihadapannya, adalah Amber, cucunya yang tengah dicari.
“Ini sepeda milik cucu saya. Jadi anda melihat cucu saya dibawa orang?” tanya Jimmy.
“Ya, saya melihatnya dengan jelas. Waktu itu saya berada di halaman rumah. Itu rumah saya,” kata Kevil, seraya menunjuk rumahnya yang berada di depan Win-Dixie.
“Pria itu seorang diri. Dia berhenti lalu melompat keluar dari mobil dan menyambar si gadis cilik itu. Saya sempat mendengar si gadis berteriak. Makanya saya memutuskan untuk lapor polisi. Saya yakin ada yang tidak beres saat itu,” sambung Kevil, seraya menjelaskan tentang ciri-ciri pria yang diduga penculik tersebut.
Pria yang dimaksud, berperawakan sedang, dengan rambut berwarna pirang. Dia mengendarai sebuah mobil pickup berwarna gelap. Setelah menyambar si gadis, yang ternyata adalah Amber, pria itu langsung tancap gas.

Ditemukan di Sungai

            Kejadian ini segera direspon dengan cepat oleh polisi. Sejumlah media langsung mengeksposnya besar-besaran. Foto Amber yang diminta dari keluarganya, langsung disebar ke sejumlah lokasi. Mulai toko-toko, mall, pemberhentian bus dan sejumlah tempat keramaian lainnya.
            Sayangnya, upaya pencarian yang dilakukan polisi tak juga membuahkan hasil. Sampai akhirnya, setelah empat hari dinyatakan hilang, Amber ditemukan sudah menjadi mayat.
Gadis cilik ini ditemukan oleh seorang pria yang saat itu tengah berjalan bersama anjingnya di dekat Apartemen Forest Hill, yang berjarak beberapa mill dari lokasi penculikan.
Ketika melintas di atas jembatan dekat apartemen itu, si pria tersebut melihat ada sosok tubuh tegeletak di pinggir sungai. Ketika didekati, dia baru tahu jika itu adalah mayat seorang gadis cilik. Lehernya koyak, bekas sayatan benda tajam.
Penemuan mayat Amber ini langsung direspon polisi. Mereka segera melakukan evakuasi dan mengotopsi mayat Amber. Hasilnya, gadis itu diyakini baru dua hari dibunuh. Artinya, Amber sempat disekap selama dua hari oleh penculiknya.
Yang lebih memprihatinkan lagi, hasil otopsi menyimpulkan, bahwa Amber sempat mengalami tindakan pemerkosaan brutal. Bahkan disebutkan, jika kemaluannya sampai mengalami rusak berat karena aksi asusila tersebut.
Pihak keluarga Amber tentu saja terpukul dengan kenyataan ini. Meski akhirnya ditemukan, tapi Amber sudah dalam keadaan menjadi mayat. Lantas siapakah pembunuhnya?
            Apa yang terjadi pada diri Amber ini, sontak menjadi bahan ekspos media. Secara besar-besaran, sejumlah media terbitan Amerika Serikat, menulis berita penculikan, perkosaan dan pembunuhan Amber ini.
Kritikan pedas kepada pihak kepolisian pun disuarakan oleh berbagai media. Ini karena polisi dinilai sangat lamban dalam mengungkap siapa pembunuh gadis cilik tersebut.
 Desakan dari sejumlah pihak untuk mengungkap kasus ini, membuat pihak kepolisian meminta bantuan kepada FBI. Tapi tetap saja hasilnya nihil. Si pembunuh Amber belum juga ditemukan.
Dugaan pihak berwenang, si pembunuh bertempat tinggal di sekitar lokasi penculikan. Meski ciri-cirinya sudah diketahui, tapi tetap saja si pembunuh tak pernah tertangkap.
Tahun 1999, setelah tiga tahun kasus Amber berlalu, masyarakat menyerukan kepada pemerintah untuk membuat sistem khusus, yang bisa menginformasikan secara cepat, jika ada kasus-kasus penculikan. Hal ini dilakukan, agar jika ada kasus seperti Amber, bisa segera direspon oleh aparat-aparat kepolisian di wilayah-wilayah yang lain.
Seruan masyarakat ini akhirnya ditindaklanjuti. Saat itu, untuk mengenang kasus Amber, dibuatlah sistem yang mengadopsi nama gadis cilik itu. Sistem tersebut adalah Amber Alert.
Dan ternyata, sistem ini cukup efisien untuk menyelamatkan anak-anak dari kasus penculikan. Setidaknya, sejak sistem ini dibuat, ratusan anak hilang, bisa segera ditemukan kembali oleh polisi dalam hitungan tak lebih dari sehari. Bahkan sebagian diantaranya, berhasil ditemukan dalam hitungan jam.
Hingga kini, polisi tetap belum menemukan siapa penculik dan pembunuh Amber sebenarnya. Pihak keluarga Amber pun sudah pesimis, pembunuh bocah berambut hitam itu dapat ditemukan. Selama 17 tahun, kasus ini menjadi teka-teki polisi. (****)